Cerita Di Balik Syariat Adzan

Cerita Di Balik Syariat Adzan
Ilustrasi Bilal Bin Rabah

MONITORDAY.COM - Tahukah kalian? Syariat adzan tidak sepaket diturunkan dengan syariat shalat lima waktu. Nabi Muhammad SAW turun dari Sidratul Muntaha dengan shalat lima waktu saja. Tidak dengan syariat adzan. Namun muncul pertanyaan, bagaimana cara memanggil kaum muslimin untuk shalat lima waktu? 

Menurut Ahmad Zarkasih, Lc dalam bukunya berjudul "Adzan, Hanya Sebagai Penanda Waktu Shalat?" menyebutkan, ada beberapa riwayat yang menyebutkan kapan disyariatkannya adzan untuk panggilan sholat berjamaah.

Satu riwayat menyebutkan syariat adzan pertama kali pada tahun kedua Hijriyah, dan ada juga yang mengatakan sejak di Makkah sebelum hijrah. Namun, riwayat yang paling kuat ialah yang menyatakan adzan pertama kali dikumandangkan di Madinah pada tahun pertama Hijriyah.

Rasulullah SAW mengajak para sahabat untuk bermusyawarah tentang cara memberitahu kaum muslimin untuk shalat. Dalam musyawarah tersebut, muncul beberapa usulan. Ada yang mengusulkan untuk mengibarkan bendera sebagai waktu shalat. Usulan ini ditolak karena tidak akan bisa diketahui oleh orang yang tidur. 

Ada yang mengusulkan dengan meniup terompet dan menyalakan api. Ada yang mengusulkan menggunakan lonceng. Usulan ini ditolak karena menyerupai Yahudi dan Nasrani. Akhirnya disepakati bahwa cara memanggil kaum muslimin shalat adalah dengan lafazh Ash Sholaatul Jaami'ah. 

Umar bin Khathab kemudian memberikan usul agar ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap masuknya waktu sholat. Saran itu kemudian diterima oleh semua orang dan Nabi Saw sendiri. Lantas bagaimana ceritanya bahwa lafazh adzan bisa seperti sekarang? 

Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata, "Ketika cara memanggil kaum Muslimin untuk sholat dimusyawarahkan. Suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud menjual lonceng itu. Aku pun berkata padanya, 'Wahai hamba Allah, apakah engkau menjual lonceng itu?' Dia berkata, 'Apa yang akan engkau lakukan dengannya?' Maka kujawab: 'Kami akan gunakan lonceng itu sebagai panggilan sholat.' Dia pun berkata, 'Mau engkau kuberi tahu (panggilan) yang lebih baik dari (bunyi lonceng) itu?' Dan aku menjawab, 'Ya!' Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang:

- Allahu Akbar Allahu Akbar

- Asyhadu alla ilaha illallah

- Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah

- Hayya 'alash shalah

- Hayya 'alal falah

- Allahu Akbar Allahu Akbar

- La ilaha illalah

Keesokan harinya, Abdullah ibn Zaid mendatangi Rasulullah Saw dan menyampaikan perihal mimpi itu kepadanya. Rasulullah Saw pun berkata, "Mimpi itu adalah mimpi yang benar." Rasul kemudian menyuruh untuk mengajarkannya kepada Bilal, karena Bilal memiliki suara yang sangat lantang.

Ketika Umar bin Khathab mendengarnya, ia berkata kepada Rasul, "Demi Allah, Akupun bermimpi seperti itu juga." Dengan demikian, orang yang pertama kali mengumandangkan adzan adalah Bilal bin Rabbah.

Untuk pertama kalinya adzan diperdengarkan di Madinah dengan muadzin bernama Bilal ini. Bilal dipilih sebagai muadzin karena ia memiliki suara indah dan keras, sehingga bisa menjangkau jarak jauh.

Jika kita pernah menonton film Ar Risaalah atau The Message, ada adegan di mana Bilal bin Rabah melantunkan adzan di atas ka'bah. Lantunan adzan Bilal dalam film tersebut lantang, namun tidak berirama seperti sekarang. Dalam perkembangannya, adzan tidak hanya dilantunkan secara lantang, namun juga dengan irama yang indah agar menarik pada jamaah.