Cabut Ribuan Izin, Keberhasilan Reforma Agraria Jokowi

Cabut Ribuan Izin, Keberhasilan Reforma Agraria Jokowi
Wamen ATR/BPN/Surya Tjandra.

MONITORDAY.COM - Didampingi para menterinya, Presiden Jokowi mengumumkan mencabut 2.078 izin usaha dari sektor pertambangan. Langkah progresif itu dilakukan lantaran para pemilik izin tidak memanfaatkan malah menelantarkan lahan dan tidak aktif membuat rencana kerja.

Selain Izin Usaha Pertambangan (IUP) Presiden juga mencabut sebanyak 192 izin di sektor usaha kehutanan seluas 3.126.439 hektare. Lalu, setelah dicabut izin-izin dan jutaan hektare tanah itu mau diapakan?

Dalam diskusi 'Kopi Pahit' yang diselenggarakan MondayTV, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Surya Tjandra menyatakan pencabutan izin yang dilakukan Presiden merupakan upaya nyata dalam rangka mereduksi ketimpangan akses terhadap tanah yang masih sangat tinggi.

Diskusi bertajuk 'Jokowi Bongkar Ketimpangan SDA' itu Wamen Surya Tjandra mengatakan langkah berani pemerintah itu hanya satu gong kecil dalam menyelesaikan sengkarut persoalan reforma agraria.

UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menyatakan bumi, air dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Amanat konstitusi itu yang menjadi dasar Presiden Joko Widodo mencabut tidak kurang dari 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Tidak cukup sampai di situ, Presiden juga menyatakan menghapus Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34,448 hektare. Dari luasan tersebut, sebanyak 25.128 hektare adalah milik 12 badan hukum dan sisanya seluas 9.320 hektare merupakan bagian dari HGU yang telantar milik 24 badan hukum.

Hal ini menjadi tonggak baru reforma agraria yang terus diupayakan pemerintah. Reforma Agraria (land reform), atau redistribusi kepemilikan lahan diyakini sebagai sebuah cara yang paten guna memenuhi prinsip keadilan, khususnya di negara agraris seperti Indonesia yang mana tanah merupakan faktor penting dalam hal produksi.

Sebab menurutnya, butuh waktu panjang untuk memilah mana saja izin yang tidak digunakan secara efektif, persoalan ini harus dibahas lintas sektor karena akan berdampak satu sama lain.

Wamen melihat kesiapan, keseriusan dan komitmen Presiden saat didampingi para menterinya di Istana negara menginisiasi pencabutan ribuan izin itu. Namun, aspek pembenahan yang penting dilakukan selanjutnya adalah melebur dua rezim pertanahan yang terkadang overlaping, yakni Kementerian ATR/BPN dan Perhutanan agar berbagai lembaga saling terkait untuk satu tugas.

Saat ini, situasi terkait izin usaha pertanian, supaya dibuka dari kawasan perhutanan. Jika Izin lokasi diberikan oleh pemerintah daerah, selanjutnya perusahaan-perusahaan yang ingin memanfaatkan tanah bisa mengajukan hak guna usaha kepada BPN. 

Melalui Reforma Agraria negara mengambil alih kepemilikan atau penguasaan atas sebagian atau seluruh lahan dan mendistribusikannya kepada mereka yang dianggap berhak, biasanya para petani di pedesaan yang tidak memiliki lahan.

Wamen Surya sedikit bercerita tentang reforma Agraria yang termaktub dalam TAP MPR itu lalu dituangkan ke dalam Nawacita. Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, reforma agraria dimasukkan ke RPJMN kemudian dikonkretkan dengan Program Strategis Nasional Reforma Agraria.

Untuk itu, Wamen Surya juga mengajak publik supaya perlu mengawal skema pemanfaatan lahan pasca dicabutnya izin, akan diberikan kepada siapa, sebab BPN tidak punya tanah, yang punya tanah itu kehutanan, yang kemudian dimiliki oleh perusahaan dan individu dan tidak digunakan.

Berdasarkan data BPN, seluruh bidang tanah di Indonesia mencapai 126 jt bidang tanah terpetakan non hutan. Baru 44 juta tanah yang sudah bersertifikat atau hanya sepertiganya. Wamen memperkirakan dari penambahan jumlah tanah bersertifikat hanya sekitar 1 juta per tahun.

Untuk mencapai target 4,1 juta masih sulit dicapai, dengan begitu ia menilai perlu ada reforma agraria kontekstual, yakni land reform yang sesuai konteks kewilayahan, kebutuhan masyarakat, serta ketersediaan lahan. Reforma Agraria di Jawa akan berbeda dengan di Sumatera dan Kalimantan, bisa berbeda juga dengan Papua. 

Sementara Reforma Agraria versi Jokowi terdiri dari dua bagian, yaitu Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan distribusi hak garap tanah negara.

Hanya Presiden Jokowi dinilai Wamen mampu melakukan reforma agraria pasca reformasi. Dulu kita mengenal program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah orde baru, hanya saja program ini banyak menimbulkan masalah baru, belum lagi problem sosial yang mengiringi seperti konflik horizontal antara pendatang dan marginalisasi penduduk lokal.

Reforma Agraria Presiden Jokowi tidak seperti itu, izin-izin yang dicabut nantinya akan diinvertaris kemudian dibagikan kepada rakyat yang memang bergantung pada penggarapan lahan, seperti buruh tani. Idenya sederhana namun brilian, biayanya relatif murah dan tidak yang lebih penting lagi tidak memicu konflik, serta dalam jangka menengah dapat memacu pembangunan ekonomi dan sosial.

Pencabutan izin oleh Presiden hendaknya juga bukan sekadar alat melegalisasi aset dan pemberdayaan. Akan tetapi, menjadi spirit mengawal reforma agraria di masa mendatang