Bolehkah TNI Ikut Memberantas Teroris?
Terorisme di Indonesia meningkat setiap tahunya. Wacana melibatkan TNI guna memberantas aksi teroris di Indonesia semakin menguat.

MONDAYREVIEW.COM – Ancaman terorisme di Indonesia meningkat setiap tahunya. Maka itu, wacana melibatkan TNI membantu Polri guna memberantas aksi teroris di Indonesia semakin menguat dan diharapkan masuk dalam revisi UU Terorisme yang saat ini sedang dibahas DPR.
Namun, wacana tersebut menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Masyarakat terbelah menjadi dua kubu, pro dan kontra. Masing-masing kubu memiliki alasan.
Bagi kubu yang pro, seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin melibatkan TNI dalam memberantas gerakan teroris di Indonesia pada prinsipnya diperbolehkan. Pasalnya dalam teori pemberantasan teroris selalu menggunakan tiga kekuatan utama, yakni penegakkan hukum, intelijen, dan militer kemudiaan dibantu unsur-unsur lainnya.
Politikus senior PDI Perjuangan ini mengungkapkan bahwa teroris di negara manapun sudah dimasukan dalam kategori sebagai kejahatan terhadap negara. "Cara mengkompilasikan ketiga elemen itu sangat tergantung pada jenis dan jumlah ancaman, luas wilayah, standar penangkalan, sumber daya yang dimiliki, dan political will negara masing-masing,"paparnya.
Lebih lanjut Ia mengungkapkan tiga elemen ini harus saling melengkapi dalam memberantas teroris. Apabila ini saling melengkapi maka negara akan dapat mengetahui sebelum aksi teroris terjadi.
“Dalam proses penegakkan hukum, seperti tahap penyelidikan dan penyidikan tentu hanya dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian negara. Tetapi dapat saja didukung oleh data-data intelijen yang akurat dari elemen aparat intelijen termasuk intelijen TNI,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak. Dia setuju dengan usulan tersebut dan hal itu tidak bertentangan dengan tugas pokok TNI.
Menurutnya dalam UU 34/2004 tentang TNI disebutkan bahwa tugas pokok TNI itu pada prinsipnya ada tiga. Yaitu Pertama, menegakkan kedaulatan negara. Kedua, mempertahankan keutuhan wilayah. Dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.
Melihat dari tugas TNI tersebut maka TNI akan mampu mengatasi aksi terorisme. "Saya kira kasus-kasus terorisme yang meningkat saat ini bisa diminimalisir dengan merevitalisasi peran TNI," jelasnya.
Terkait kekhawatiran potensi pelanggaran HAM bila TNI terlibat, dia menepis anggapan tersebut. Menurutnya, salah satu institusi yang sukses secara perlahan melakukan reformasi, adalah TNI. Dia menekankan TNI pasti belajar banyak dari kasus-kasus masa lalu.
"Toh koreksi terkait pelanggaran HAM penanganan terorisme oleh Densus 88 pun menjadi Catatan serius selama ini dalam evaluasi Komnas HAM dan masyarakat sipil," tekan Dahnil.
Sementara itu Ketua Setara Institute, Hendardi memiliki pandangan yang berbeda. Ia mendung agar DPR segara merevisi UU Terorisme. Namun, Percepatan pengesahan RUU itu tidak boleh mengubah pendekatan pemberantasan terorisme dari sistem peradilan pidana menjadi non hukum. Sebab, terorisme adalah transnational crime (kejahatan lintas negara) dan hanya bisa diberantas dengan pendekatan hukum dengan kewenangan preventif yang lebih luas jangkauannya.
"Karena itu, gagasan memasukkan TNI sebagai aktor dalam pemberantasan terorisme dipastikan akan keluar dari mekanisme sistem peradilan pidana terpadu," ujarnya.
Apalagi TNI bukan aparat penegak hukum yang bertugas memberantas kejahatan, termasuk terorisme. Jikapun TNI dilibatkan tetap dalam skema perbantuan sebagai tugas operasi militer selain perang, yang mekanismenya diatur dalam UU Perbantuan Militer, yang seharusnya sudah sejak lama dibentuk karena merupakan mandat dari UU TNI.