Blunder Politik Wiranto

Usulan penundaan proses hukum terhadap calon kepala daerah yang dijadikan tersangka merusak citra pemerintah dalam penegakan hukum

Blunder Politik Wiranto
Wiranto

MONDAYREVIEW- Menko Polhukam Wiranto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menunda pengumuman beberapa calon kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi.. Menurutnya, pengumuman tersebut akan berpengaruh pada pelaksanaan pemilu dan masuk ke ranah politik.

Pernyataan Wiranto itu memang hanya imbauan. Pemerintah tidak memaksa KPK untuk mengikuti keinginan pemerintah. Senada dengan itu,  Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga menginstruksikan jajarannya untuk menunda proses hukum bagi para calon kepala daerah. Hal tersebut menurutnya dalam rangka menghargai demokrasi.

Meski demikian, para calon kepala daerah bukan berarti dilepaskan dari jeratan hukum. Setelah selesai pilkada, jika indikasinya kuat, proses hukum akan terus berlanjut. "Supremasi hukum tetap dijalankan setelah proses Pilkada selesai dan sudah dilakukan penghitungan suara dan ditentukan siapa pemenangnya. Menang kalah kita bisa proses," tegas Kapolri.

Pernyataan pemerintah ini mendapat penentangan dari banyak kalangan, selain dari KPK juga dari banyak tokoh pegiat anti korupsi. Menurut Mantan Pimpinan KPK Busyro Muqoddas sebaiknya KPK tidak surut dalam menetapkan tersangka terhadap calon kepala daerah (cakada) 2018. “kalau KPK mundur justru mengingkari kewajiban moralnya. Hak rakyat itu bukan hanya diberi kewenangan untuk nyoblos, hak rakyat itu untuk memperoleh pemimpin yang betul-betul teruji kejujurannya," jelas Busyro.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz juga menuturkan pernyataan pemerintah soal penundaan proses hukum tindak pidana korupsi  bisa dianggap sebagai intervensi hukum. "Seharusnya pemerintah bisa membedakan wilayah proses politik dan wilayah proses hukum yang tidak boleh diintervensi oleh siapa pun," ujar Donal.

Kekhawatiran pemerintah soal penetapan tersangka oleh KPK terhadap calon kepala daerah 2018 tidak akan mengganggu tahapan pilkada dan juga tidak akan menciptakan gangguan keamanan. Pernyataan pemerintah juga bisa dianggap berlawanan dengan upaya menjadikan pemilihan kepala daerah (pilkada) sebagai mekanisme menciptakan pemerintahan yang bersih.

Saat ini, calon kepala daerah yang menjadi tersangka tak bisa diganti kandidat lain. Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) poin e Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2017, bakal calon kepala daerah hanya bisa diganti apabila dijatuhi pidana yang berkekuatan hukum tetap. Kandidat juga bisa diganti jika mengalami gangguan kesehatan, atau berhalangan tetap dalam menjalankan tugasnya.

Daripada menghentikan proses hukum terhadap tersangka yang tengah dijalankan KPK, pemerintah sebaiknya membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membuka kemungkinan pergantian kandidat kasus korupsi.

 

Menurut Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK, jika pihaknya menghentikan proses hukum terhadap kandidat yang dijadikan tersangka, akan berdampak negatif pada angka indeks persepsi korupsi di Indonesia.  "Selama kita memiliki bukti. Akan diumumkan kalau memang ada, bukan diada-adakan," ujarnya.

KPK sebelumnya sudah menyatakan akan mengumumkan beberapa calon peserta Pilkada 2018, yang akan menjadi tersangka. Buktinya sudah lengkap, didukung data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Keinginan pemerintah yang menimbulkan banyak protes ini, sebenarnya telah merugikan citra Presiden Jokowi, yang kembali dicalonkan oleh PDIP dan partai koalisinya untuk kembali bertarung di Pemilihan Presiden 2019. Seolah-olah, pemerintah membiarkan para tersangka korupsi dipilih lagi oleh rakyat. Bahkan, dikhawatirkan juga akan memicu kegaduhan baru.

Wiranto akhirnya mengklarifikasi permintaannya untuk menunda proses hukum calon kepala daerah, tidak meminta petunjuk presiden lebih dulu. Wiranto mengaku imbauannya kepada KPK,  berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan KPU, Bawaslu, Kapolri, Panglima TNI, Menteri Hukum dan HAM dan Mendagri dalam rangka pengamanan pilkada serentak pada tahun 2018.

Presiden Jokowi enggap berkomentar ketika ditanya para wartawan soal penundaan tersangka calon kepala daerah. “Silahkan bertanya ke Pak Wiranto,” ungkap Presiden. Tidak mau terjebak dalam kontroversi ini, presiden hanya menyatakan bahwa KPK itu adalah lembaga yang independen.

Pernyataan Wiranto berpotensi menjadi bola liar. Meskipun, Wiranto sudah berkali-kali menyatakan hanya sebagai imbauan kepada KPK, bukan paksaan, berbagai reaksi negatif sudah bermunculan yang menganggapnya sebagai intervensi pemerintah dalam proses penegakan hukum.

Wapres Jusuf Kalla hanya bisa mengimbau Menko Polhukham duduk bareng dengan KPK untuk menyelesaikan persoalan ini.  Namun, apa pun hasilnya, pernyataan Wiranto sudah terlanjur membuat kegaduhan.