Bersama Sejumlah Seniman Hebat, Ganjar Jadikan Borobudur Pusat Musik Dunia

MONITORDAY.COM - Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo dibuat takjub dengan alunan musik dan pertunjukan yang dibawakan musisi-musisi hebat sekelas seperti Purwatjaraka, Trie Utami, Dewa Budjana, dan lainnya itu.
Para musisi nasional dan lokal berkumpul untuk menghadirkan kembali alat-alat musik tempo dulu yang terukir di dinding Candi Borobudur dengan tajuk Sound of Borobudur. Setelah melalui riset panjang, alat musik yang ada itu berhasil dibuat, berbunyi dan bisa disatukan dalam sebuah orkestrasi.
“Ini kelanjutan dari project kami lima tahun lalu, ketika saya diajak ke sini dan mendapat pengetahuan bahwa relief di Candi Borobudur ternyata menyimpan banyak sekali pengetahuan. Candi Borobudur seperti perpustakaan, yang semuanya ada di sini termasuk seni,” kata Dewa Budjana di Omah Mbudur, kompleks Candi Borobudur, Kamis (8/4/2021).
Bersama Trie Utami, Dewa Budjana tergerak untuk mencoba mereplika alat musik yang ada di relief itu. Setelah terbentuk, ia berusaha untuk membunyikannya, tentu dengan cara dan metode zaman sekarang.
“Itu cukup lama prosesnya, akhirnya dapat komposisi dan kita garap serius. Meskipun kami sadar, terkait bunyi itu intepretasi saat ini, karena peradaban itu tidak mungkin diulang lagi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dewa mengungkapkan, ada ratusan alat musik yang tergambar di relief Candi Borobudur. Selain alat musik dari Jateng, ada pula dari Kalimantan, bahkan ada yang dari Thailand atau India.
“Dari situ kami menduga, Borobudur merupakan pusat seni dunia. Atau kalau tidak, di sini merupakan pusat berkumpulnya seniman-seniman dari seluruh dunia, dengan alat-alat musik yang berbeda. Mungkin zaman dulu di sini pernah ada konser besar seluruh dunia,” urainya.
Hasil temuan itu, maka Dewa mendukung pengembangan kawasan Borobudur tidak fokus pada pembangunan fisik. Namun, pembangunan juga harus diikuti dengan menggali nilai-nilai historis yang ada di candi itu.
“Apa yang ada di Borobudur itu sangat kaya. Kalau saya masih melihat dari sisi seni saja, tentu orang lain melihat dari dimensi yang berbeda,” pungkas Dewa Budjana.
Sementara itu, Ganjar menerangkan Sound of Borobudur merupakan karya seni yang dihasilkan musisi-musisi handal yang tergolong nekat. Purwatjaraka, Trie Utami, Dewa Budjana dan sejumlah seniman sekaligus ilmuan yang meneliti ini, sehingga menghasilkan karya yang luar biasa.
“Ini karya luar biasa. Ada beberapa orang nekat, Kang Purwa, Mbak Iik, Mas Dewa mengeksplore Candi Borobudur dan menemukan alat-alat musik di relief-relief itu. Mereka kemudian berusaha membuat replikanya, menemukan bunyinya dan sekarang jadi komposisi yang luar biasa. Mungkin hipotesisnya benar, bahwa Borobudur adalah pusat musik dunia. Kita ingin mewujudkan itu,” papar Ganjar.
Orang nomor satu di Jateng itu menekankan akan mendukung upaya menjadikan Borobudur sebagai pusat kesenian dunia. Dengan temuan para musisi-musisi itu, ia yakin Sound of Borobudur akan memperkaya dan menambah daya tarik kawasan ini.
“Ini baru dari sisi seninya, belum arsitektur, lingkungan, habitat, relasi sosial dan lainnya. Menurut saya ini kesuksesan penemuan kembali peralatan musik di Candi Borobudur, dan menunjukkan bahwa candi ini merupakan pusat peradaban yang sebenarnya,” tegas Ganjar.
Maka itu Ganjar sepakat, dengan pengembangan kawasan Borobudur tidak boleh hanya fokus pada pembangunan fisik semata. Orang mungkin akan bosan berkunjung ke Borobudur, kalau yang dijual hanya candi dan bangunan-bangunan lain.
“Ini yang perlu kita angkat, mungkin ke depan tidak perlu membuat hal baru di sini, cukup mewujudkan apa yang ada di relief candi itu dijadikan sebuah pertunjukan menarik. Tidak menutup kemungkinan nanti tarian-tarian yang terpahat di relief itu bisa digerakkan di kehidupan nyata. Maka orang yang wisata nanti akan betah, karena akan mendapatkan soul-nya,” tukasnya.