Belum Siap Berlakukan Kartu Tani, Legislator Ini Dorong Pemerintah Lakukan Simulasi

Dalam pembahasan di DPR, pemerintah memang dikritik terkait kebijakan menggunakan Kartu Tani karena manfaatnya kurang fleksibel dan petani juga ada yang mengeluh karena ketika di desa satu kehabisan tidak bisa pindah ke desa lain.

Belum Siap Berlakukan Kartu Tani, Legislator Ini Dorong Pemerintah Lakukan Simulasi
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi. Foto : Arief/Man

MONITORDAY.COM - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi mendorong pemerintah melakukan simulasi pemanfaatan Kartu Tani sebelum memberlakukan di semua daerah, mengingat masih ada daerah yang belum siap menggunakannya.

"Dalam pembahasan di DPR, pemerintah memang dikritik terkait kebijakan menggunakan Kartu Tani karena manfaatnya kurang fleksibel dan petani juga ada yang mengeluh karena ketika di desa satu kehabisan tidak bisa pindah ke desa lain," kata Fathan ditemui usai melakukan pertemuan dengan petani di Rumah Makan Bukti Coffe Menawan, Kecamatan Gebog, Kudus, dalam rangka kunker saat reses DPR RI di Kudus, Senin (28/9).

Selain harus melakukan simulasi kembali, Fathan mengatakan pemerintah juga perlu melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dan rapat dengan keluhan (RDK) dengan kelompok tani sehingga petani tidak lagi kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.

Lebih lanjut, Fathan juga mengatakan saat ini sudah mulai memasuki musim tanam pertama (MT I) tanaman pagi.

Menurut Fathan, walaupun dijalankan tentunya diprioritaskan untuk daerah yang sudah siap, mengingat masih ada di tingkat kabupaten maupun provinsi yang belum siap sehingga perlu disiapkan skema yang lebih bagus.

Sedangkan Pemerintah juga perlu mempersiapkan basis data kebutuhan pupuk sesuai luasan lahan dengan benar karena selama ini belum memiliki data yang valid.

"Seberapa besar kebutuhan pupuk secara nasional dan kebutuhan petani sehingga teratasi semua," ungkapnya.

Selain itu, ia juga berharap pemerintah membangun data terpadu yang mencakup penerima data bantuan sosial hingga penerima subsidi karena selama ini permasalahan yang terjadi karena tidak adanya data terpadu dan terintegrasi secara nasional sehingga bantuan yang disalurkan sering tumpang tindih.

Tak jarang, satu orang menerima banyak subsidi, mulai dari Program Indonesia Pintar (PIP), Program Keluarga Harapan (PKH) dan program bantuan jenis lainnya.

"DPR melihat, pemerintah belum punya desain yang satu sehingga subsidi efektif menanggulangi kemiskinan," tuturnya.

Sementara keluhan petani di Kudus, di antaranya terkait subsidi agar alokasi anggarannya diperbesar, serta pemerintah juga diminta ikut mencarikan solusi soal pemasaran komoditas pertanian ketika memasuki masa panen yang biasanya harga jualnya jatuh.

Selanjutnya, Fathan Mengungkapkan petani juga berharap ada penyangga harga yang stabil untuk komoditas hasil pertanian mereka, karena selama ini yang ada baru beras, gula dan minyak goreng.

Terkait pupuk bersubsidi, Fathan mengatakan DPR memang meminta pabrik pupuk melakukan efisiensi karena sebelumnya masih pemerintah masih menanggung utang terhadap pabrik pupuk.

"DPR juga menginginkan subsidi langsung, bukan subsidi pabrik pupuk tetapi ke petani. Tetapi akhirnya di sepakati di Kementerian Keuangan, tetap membayar ke pabrik tetapi petani dipermudah dan alokasi pupuknya juga diperbesar," imbuhnya.

Agus Fitrianto, seorang petani asal Desa Besito, Kecamatan Gebog mengakui berharap pemerintah bisa menentukan harga patokan untuk komoditas jagung karena selama ini harga jualnya cenderung jatuh saat musim panen.

Terkait dengan pemberlakuan kartu tani, kata dia, sebagian petani memang sudah memiliki kartu tani, namun masih ada yang belum mengurus.

"Hal terpenting, petani tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan pupuk bersubsidi terutama saat hendak memulai musim tanam," ucapnya.