Bea Cukai Ribet. Itu Dulu, Kini Lancar dan Transparan
MONITORDAY.COM - Citra Bea Cukai sudah jauh berubah. Salah satunya tampak dari perubahan sistemik yang dilakukan aparat terkait dalam layanannya. Dulu institusi ini dianggap biang hambatan, birokrasi rumit dan melelahkan, sumbatan berlapis dan hanya bisa ditembus dengan dengan ‘pelicin’. Kini layanannya sangat transparan dan cepat. Wajah Indonesia pun berubah tak hanya dari polesan pencitraan, ada perbaikan dan inovasi yang sangat mendasar di pintu gerbang dan terasnya Indonesia dengan langkah strategis Bea Cukai.
Pengurusan dokumen dan prosedur kepabeanan yang lambat seringkali dimaklumi di masa lalu. Seakan melekat erat pada budaya birokrasi kita. Padahal ekonomi suatu negara sangat bergantung dari kecepatan arus barang yang keluar masuk baik melalui jalur pelabuhan, bandara, atau jalur darat sekalipun. Aparat kepabeanan yang memeriksa dan mengawasinya agar ketentuan dan regulasi terkait bea dan pemasukan negara terpenuhi.
Jika kepabeanan berjalan baik akan terjadi pengurangan biaya logistik dalam perdagangan internasional maupun domestik. Efisiensi akan mendongkrak daya saing dan perekonomian akan berjalan dengan baik. Negara dan rakyat akan mendapatkan manfaat yang optimal. Penerimaan negara meningkat dan beban rakyat pun semakin rendah.
Inovasi dalam sistem layanan yang dilakuan Bea Cuka ditujukan untuk menciptakan ekosistem logistik yang efisien, standar, sederhana, murah, dan transparan.
Guna mendukung Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistics Ecosystem/NLE), penggunaan Single Submission Pabean Karantina (SSm QC) dipeluas implementasinya ke Merak.
NLE merupakan wujud nyata upaya pemerintah dalam menghilangkan hambatan, meningkatkan kecepatan arus barang, serta mendorong pengurangan biaya logistik dalam perdagangan internasional maupun domestik. Hal ini untuk menciptakan ekosistem logistik yang efisien, standar, sederhana, murah, dan transparan.
“Kita berupaya untuk melakukan simplifikasi layanan pemerintah,” ungkap Kepala Subdirektorat Integrasi Proses Bisnis Lembaga National Single Window (LNSW) Kementerian Keuangan Erwin Hariadi dalam Sosialisasi Modul SSm QC kepada importir dan perusahaan pengurusan jasa kepabeanan di wilayah kerja Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Merak, Senin (04/10).
Dengan menerapkan SSm QC yang didukung kolaborasi profil risiko instansi Karantina dan Bea Cukai, pelaku usaha hanya perlu melakukan satu kali submit data terkait pemeriksaan barang melalui Sistem Indonesia National Single Window (INSW). Pertimbangan profil risiko tersebut yang akan menentukan pemeriksaan dilakukan secara bersama antara BC dan Karantina atau dilakukan pemeriksaan mandiri oleh instansi terkait.
Selain memudahkan pelaku usaha, implementasi SSm QC juga menjadikan proses pengajuan pada Kementerian/Lembaga terkait dapat diukur karena Standar Operational Procedure bersama dan service level agreement. Pada gilirannya selain meningkatkan validitas dan sinkronisasi data, SSm QC diyakini mampu menurunkan biaya dan membuat waktu proses layanan makin efisien.
“Implementasi SSm QC terbukti mampu mengefisiensikan waktu dan biaya layanan importasi komoditas karantina,” jelas Kepala LNSW M. Agus Rofiudin dalam kesempatan terpisah.
Sejak bulan Juni 2020 hingga September 2021, estimasi penghematan biaya melalui program ini tercatat 25,29% serta rata-rata efisiensi waktu sebesar 14,72%.
Sebelumnya, SSm QC telah diberlakukan pada empat pelabuhan yakni Belawan, Tanjung Emas, Tanjung Perak, dan Tanjung Priok. SSm QC akan terus diperluas implementasinya di sejumlah pelabuhan lain. Dengan demikian SSm QC diharapkan akan dapat berkontribusi positif bagi penataan ekosistem logistik nasional dan meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia.
donesia.