Batako, Paving, dan Panel Beton dari Limbah Batu Bara

MONITORDAY.COM - Membuang limbah menjadi persoalan tersendiri. Jika dapat digunakan kembali untuk berbagai keperluan tentu akan bernilai ekonomi. Selama ini limbah batu bara digolongkan limbah B3 hingga memerlukan penanganan khusus. Hasil proses pembakaran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tersebut kini justru dapat menjadi bahan baku pendorong ekonomi nasional. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berkomitmen untuk menjadikannya bermanfaat.
Abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) pada pembakaran batubara dikenal dengan sebutan FABA. Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan optimalisasi pemanfaatan tersebut seiring pengkategorian material Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) sebagai limbah tidak berbahaya dan beracun.
Abu ini merupakan limbah B3 ((Bahan Berbahaya dan Beracun), yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan industri berbahan bakar batubara lainnya.
Jumlah limbah ini cukup besar karena PT PLN masih mengandalkan sebagian besar sumber energi dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan KESDM pada tahun 2018, proyeksi kebutuhan batubara hingga 2027 sebesar 162 juta ton. Prediksi potensi FABA yang dihasilkan sebesar 16,2 juta ton, dengan asumsi 10% dari pemakaian batubara.
Banyaknya limbah abu batubara yang dihasilkan tidak seiring dengan cara penanganannya. Sebagian besar masih terbatas melalui penimbunan lahan (landfill). Jika tidak dimanfaatkan dan tidak ditangani dengan baik, maka dapat berpotensi menimbulkan pencemaran. Pemerintah mendorong industri terkait untuk memanfaatkan limbah B3 yang dihasilkannya sebagai model Circular Economy.
Tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan FABA ini, diantaranya volume limbah, kualitas dan lokasi. Volume limbah FABA yang dimanfaatkan masih rendah, baru maksimal 45 persen sebagai subtitusi bahan baku. Kualitas FABA sendiri bervariasi dan fluktuatif, sehingga menyulitkan dalam proses pemanfaatan. Lokasi PLTU terkadang di lokasi terpencil, sehingga biaya pengelolaan FABA menjadi mahal dan kurang ekonomis.
Saat ini FABA baru dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi bangunan dan jalan. Pemanfaatan lainnya masih belum banyak, karena masih dalam tahap kajian dan penelitian sebagai untuk mendapatkan izin pemanfaatannya.
Penelitian pada Puslitbang tekMIRA membuktikan bahwa FABA berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan refraktori cor; bahan penimbunan dalam kegiatan reklamasi tambang; bahan substitusi kapur untuk menetralkan air asam tambang serta bahan pembenah lahan untuk memperbaiki kondisi fisik tanah dan media tanam untuk revegetasi lahan bekas tambang.
Aplikasi pemanfaatan FABA lainnya yang sudah diterapkan di lapangan sebagian besar terkait dengan bidang konstruksi dan infrastruktur. PLTU Paiton 1-2, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) telah memanfaatkan 100 persen fly asha sebagai green pozzolan sebagai material pembangunan jalan tol Manado - Bitung, di Provinsi Sulawesi Utara. PLTU Asam Asam memanfaatkan FABA sebagai road base (lapisan jalan) dalam pembuatan akses jalan. PLTU Suralaya memanfaatkan FABA sebagai bahan baku batako dan bahan baku di industri semen. LIPI, JICA dan Hakko bekerja sama memproduksi beton ramah lingkungan menggunakan bahan baku FABA.
Strategi optimalisasi pemanfaatan FABA secara masif lainnya adalah sebagai material pencegah pembentukan air asam tambang, seperti yang dilakukan PT Kaltim Prima Coal (KPC). Perusahaan ini telah mendapat persetujuan KLHK dalam pelaksanaan uji coba pemanfaatan FABA, sebagai bahan baku lapisan penudung material berpotensi asam (Potential Acid Forming/PAF) di tambang KPC. Uji coba ini untuk melihat efektivitas FABA dalam meminimalkan pasokan oksigen dari proses difusi, untuk mencegah pembentukan air asam tambang. Uji coba juga untuk menguji efektivitas FABA sebagai penyedia mineral penetral asam dan alkalinitas air pori pada lapisan penudung batuan berpotensi asam serta menguji efektivitas FABA untuk mengendalikan pH air pori pada lapisan penudung batuan berpotensi asam.
FABA juga dapat diaplikasikan di sektor pertanian. Balai Penelitian Tanah (Balittanah), Kementerian Pertanian menyatakan aplikasi FABA dapat meningkatkan efisiensi pemupukan serta memperbaiki lingkungan perakaran tanaman. Selain sebagai pembenah tanah, FABA merupakan sumber bahan baku pupuk silika yang paling potensial di Indonesia, karena kandungan silika yang tinggi. Penambahan pupuk silika sangat bermanfaat untuk memperkuat batang tanaman padi dan serelia. Penelitian pemanfaatan FABA untuk dijadikan pupuk juga tengah dikerjakan oleh PLTU Ombilin dimulai dari skala rumah kaca hingga skala lapangan sebagai prasyarat untuk memperoleh izin pemanfaatan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, FABA selayaknya dipandang sebagai sumberdaya yang dapat memberikan manfaat ekonomi, bukan sebagai limbah berbahaya yang tidak bernilai guna. Dengan perkembangan teknologi, peluang FABA sangatlah terbuka untuk dijadikan sebagai substitusi bahan baku produk berbagai industri.
"PLN siap mendorong pemanfaatan material FABA menjadi bahan baku keperluan berbagai sektor yang dapat mendorong ekonomi nasional," kata Darmawan Prasodjo dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Merujuk hasil uji karakteristik FABA oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, limbah batu bara padat tidak mengandung tujuh kategori unsur yang membahayakan lingkungan seperti mudah menyala, mudah meledak, reaktif, korosifitas, Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP), dan Lethal Dose 50 (LD50).
Sejumlah pengujian yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Jepang, Eropa maupun India juga tidak memasukkan FABA ke dalam kategori limbah B3.
Darmawan menjelaskan meski FABA tidak lagi termasuk ke dalam limbah B3, namun PLN tetap memenuhi seluruh syarat persetujuan lingkungan saat memanfaatkan bahan tersebut.
Dia memastikan perseroan-nya tidak akan membuang limbah itu melainkan memanfaatkannya agar memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat, karena FABA bisa diolah untuk berbagai sektor mulai dari konstruksi, infrastruktur, hingga pertanian.
"Kami telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan agar FABA di beberapa lokasi, dan hasilnya luar biasa," ucap Darmawan.
Kawasan PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, limbah batu bara disulap menjadi batako, paving, dan beton pracetak yang digunakan untuk pembangunan rumah warga.
Satu rumah tipe 72 membutuhkan sekitar 1.600 batako melalui pemanfaatan 11 ton FABA sebagai bahan baku pembuatan.
PLN mencatat sepanjang tahun 2020, PLTU Tanjung Jati B telah berhasil menyalurkan 114.778 paving dan 82.100 batako FABA untuk pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut.
"PLN tengah melakukan riset dengan menggandeng arsitek dan kontraktor untuk membangun rumah yang seluruh bagian-nya bisa memanfaatkan FABA mulai dari atap, tembok, sampai bagian lantai," tutur Dermawan.
Perseroan pelat merah ini juga memanfaatkan FABA untuk rehabilitasi lahan tambang dan penghijauan di Gunung Tandikek, Ombilin, Sumatera Barat. Selain itu, limbah batu bara juga dimanfaatkan sebagai pelapis jalan dan bahan baku industri semen.
"Dengan ditetapkan-nya FABA menjadi material non-B3, PLN yakin akan membawa manfaat banyak bagi negara dan masyarakat," ujar Darmawan.