Banten Kembali Dikejutkan Aliran Menyimpang, Kali ini Hakdzat

MONITORDAY.COM - Setelah kemunculan Aliran Hakekok Balatasutak pada bulan Maret 2021. Lagi-lagi Banten dikejutkan aliran menyimpang lainnya bernama aliran Hakdzat. Masih di Kabupaten Pandeglang, aliran Hakdzat hidup di Kampung Cimenteng, Desa Tamanjaya, Kecamatan Sumur.
Dilansir dari tayangan Youtube Fakta tvOneNews (04/10), ajaran yang dibawa aliran ini adalah salat menghadap empat arah mata angin, tanpa rukuk dan niat salat diucapkan dalam bahasa sunda. Pemimpinnya, Abah Sahim menuturkan bahwa ajaran ini ia didapat turun temurun dari nenek moyangnya. Abah Sahim lalu mengaku pernah mendapat wangsit dari pelabuhan ratu.
Haryati, salah seorang pengikutnya yang juga anak Abah Sahim, menyangkal pernyataan MUI yang menyatakan hakdzat sudah menyimpang dari syariat Islam. “Yaa..menurut saya mah itu cuman salah tanggapan. Jujur salah tanggapan, tujuan mah semuanya sama”, ucap Haryati.
Hakdzat diisukan melaksanakan salat sehari delapan kali. Untuk hal itu Haryati tak menampik, ia bilang hanya masalah perbedaan kepercayaan saja. “Abis maghrib satu kali, jam 12 malem satu kali, shubuh satu kali. Itu ge sesudah salat yang lima waktu.”
Bagi Haryati, shalat sunnah menghadap arah mata angin yang dilaksanakan itu bukan hal yang sesat. Ia membela bahwa ajaran ini adalah ritual warisan dari leluhurnya. Ia juga mengherankan kenapa kok orang-orang mempermasalahkan ibadah, “Menurut saya, agama itu harus kelakuannya yang baik, kok bisa ya yang diomongin masalah agama, masalah salat, tapi akhlak kelakuannya gimana ya”, terang Haryati.
Salah satu Dai kondang, Ustadz Khalid Basalamah berkomentar, “Dalam islam arah kiblat itu hanya satu yaitu ke arah kakbah. Allah jelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 144. Artinya, arahkanlah wajahmu saat kamu sedang salat ke arah Masjidil Haram dan dimanapun kalian berada, arahkanlah ke Masjidil Haram.” Ustadz Khalid lalu menjelaskan bahwasannya Al-Baqarah ayat 144 tersebut turun kepada Nabi Muhammad SAW setelah sebelumnya arah kiblat ke Masjidil Aqsa.
Sangat tak rela disebut sesat, kemudian kepada tim Fakta TVOne Haryati bercerita dengan bahasa sunda, begini terjemahannya, “Jadi menurut saya, jangan agama yang dipermasalahkan. Harus akhlak dan tingkah laku yang dirubah. Pakailah akhlak manusia. Jangan akhlak setan yang dibawa. Tidak usah dipermasalahkan masalah salat. Orang itu bukan suci oleh salat, bersih oleh wudhu. Kalau misalnya gitu, Allah tidak akan memberi teguran, karena semua orang sudah suci. Agama itu semua sama, tujuannya sama. Salat mah yakin semua juga tujuannya sama Allah.”
MUI Pandeglang mengkategorikan Hakdzat sebagai aliran sesat, karena beberapa sebab berikut. Ajaran Hakdzat tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran Rasulullah SAW, mereka meyakini dan mengikuti ajaran yang tidak disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits. Kemudian mereka juga meyakini turunnya wahyu setelah Al-Quran. Ketua MUI Pandeglang menyatakan bahwa mereka mengklaim punya kitab sendiri yang isinya seperti kidung.
Ajaran Hakdzat ternyata sudah berlangsung lama. Abah Sahim mengutarakan ia sudah menganut ajaran tersebut sejak 27 tahun silam. Diketahui pula penganut Hakdzat adalah keluarga besar Abah Sahim yang berjumlah kurang lebih 40 orang.
Berbeda dengan Haryati, Sahim menerangkan bahwa ajaran shalat hakdzat yang biasa mereka lakukan bukanlah sebuah ritual. Melainkan kegiatan berdoa bersama untuk memohon perlindungan dan sebagai bentuk syukur kepada Sang Pencipta. Itupun tidak setiap hari dia lakukan, hanya sekali seminggu untuk meminta keselamatan.
Polemik hakdzat ini ditanggapi biasa oleh Jasmin, Kepala Dusun Cimenteng karena tidak ada hal yang aneh dari Abah Sahim sekeluarga. Terlebih memang ritual tersebut tertutup dan tidak banyak diketahui warga sekitar.
“Untuk saat ini kegiatan semacam itu tidak janggal. Karena masyarakat merasa fine-fine aja. Kenapa? Karena kan setiap kegiatan masyarakat mereka mengikuti. Tidak menentang kegiatan yang pada umumnya, seperti Maulid Nabi”, tutur Jasmin. Meski begitu, Jasmin sangat menyambut pembinaan yang diadakan MUI Pandeglang.
Terakhir, MUI Pandeglang memberi kesimpulan akan maraknya aliran melenceng di Banten. Daerah-daerah yang terisolir atau terpencil menjadi faktor terbentuknya aliran sesat. Ditambah dengan kedangkalan pengetahuan agama. Sedangkan menurut Ustadz Khalid, adanya kedangkalan pemahaman agama dikarenakan belajar agama masih dianggap bukan sebuah kewajiban yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat.