Bang Al, Putra Minang Awali Karir Sebagai Kuli Tinta Hingga Diplomat Senior

Al Busyra Basnur yang sering disapa Bang Al, bapak tiga anak ini menceritakan lika-liku perjalanan karirnya dari wartawan hingga kini menjadi seorang diplomat senior di Indonesia.

Bang Al, Putra Minang Awali Karir Sebagai Kuli Tinta Hingga Diplomat Senior
Duta Besar RI untuk Ethiopia, Djibouti dan Uni Afrika, Al Busyra Basnur / KBRI Uni Afrika

MONITORDAY.COM - Siapa sangka, Putra Minang yang dulunya bekerja sebagai wartawan daerah kini menjadi seorang diplomat senior. Dia adalah Al Busyra Basnur, lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat pada 1960, pada Januari 2018 menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

"Peran para kuli tinta sangatlah hebat hingga muncul sebuah julukan untuk kuli tinta yang baru yaitu ‘separuh diplomat separuh detektif’. Namun dimasa sekarang, pekerjaan mulia itu banyak ternodai oleh oknum-oknum kuli tinta yang melupakan kode etik jurnalistiknya demi setumpuk kepentingan yang terselubung. Jadilah kuli tinta yang jujur," kata Al Busyra yang sering disapa Bang Al kepada monitorday.com, kamis (20/8/2020).

Pada acara peluncuran karya tulisnya yang bertajuk Diplomasi Publik: Catatan, Inspirasi, dan Harapan, bapak tiga anak ini menceritakan lika-liku perjalanan karirnya hingga kini menjadi seorang diplomat senior di Indonesia.

“Menulis seolah menjadi bagian hidup saya. Pertama kali saya menulis di surat kabar pada kelas 2 SMP. Tulisan saya waktu itu menceritakan tentang pengalaman saya setelah mengikuti jambore. Walau saya sangat menggeluti dunia jurnalistik, ternyata takdir berkata lain,” tuturnya.

1. Saking sukanya menulis, dia sampai ditegur gurunya

Bang Al memulai karirnya di dunia jurnalistik sejak menginjak kelas 2 SMA. Pada saat itu, ia menjadi wartawan di surat kabar Haluan.

“Kemampuan menulis saya terus saya kembangkan. Saya menulis cerpen, puisi, dan prosa. Hingga kelas 2 SMA saya ditunjuk sebagai wartawan daerah surat kabar Haluan,” ujarnya.

Bang Al semakin bersemangat menggeluti dunia jurnalistik. Bahkan, lantaran euforia menulis yang berlebihan, dia sempat mendapat surat teguran dari sekolah. Surat teguran itu menjadi pertanda agar dirinya lebih memperhatikan sekolahnya.

“Dulu saya selalul lima besar, tiba-tiba nilainya anjlok. Setelah itu baru lah saya 'bertaubat' kembali ke jalan yang benar,” guraunya.

2. Menulis menggunakan mesin ketik sambil buka baju

Pada era itu, gadget dan laptop maupun komputer belum menjadi media mainstream seperti sekarang ini. Busyra selalu menggunakan mesin ketik manual untuk menulis. Dia pun berbagi kisah mesin ketik hitam kesayangannya yang selalu menemani saat ia menghasilkan berbagai karya tulisnya.

Aroma nostalgia semakin menguat ketika dia menceritakan suasana serta kondisi ruangan yang digunakan Busyra untuk menulis berita.

Pada acara peluncuran karya tulisnya yang bertajuk Diplomasi Publik: Catatan, Inspirasi, dan Harapan, bapak tiga anak ini menceritakan lika-liku perjalanan karirnya hingga kini menjadi seorang diplomat senior di Indonesia.

“Menulis seolah menjadi bagian hidup saya. Pertama kali saya menulis di surat kabar pada kelas 2 SMP. Tulisan saya waktu itu menceritakan tentang pengalaman saya setelah mengikuti jambore. Walau saya sangat menggeluti dunia jurnalistik, ternyata takdir berkata lain,” ungkapnya.

3. Sering menumpang baca koran di warung makan

Keterbatasan media informasi pada saat itu menuntutnya harus lebih kreatif. Sulitnya mencari koran membuatnya harus mengunjungi warung makan hanya untuk membaca surat kabar.

“Dulu zaman saya SMA, saya suka numpang baca koran di warung makan. Koran pada saat itu sebagai pelaris warung makan juga, jadi saya sering numpang baca sekalian makan,” kenangnya.

4. Selalu menjadi humas pada setiap acara

Memasuki dunia kampus, Bang Al  muda merupakan aktivis Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Aktif di dunia jurnalistik, menjadikan ia selalu menempati posisi sebagai humas dalam setiap kegiatan.

“Sebagai penulis dan novelis, saya dikenal oleh banyak masyarakat. Apalagi waktu itu saya pernah mendapatkan program pertukaran pelajar ke Kanada. Nah, karena basic saya yang jurnalistik dan seorang aktivis, akhirnya saya selalu menjadi panitia humas kalau ada acara,” ujar pria yang menuntaskan studi masternya di Universitas Santo Tomas (UST) Manila, Filipina.

5. Pernah bercita-cita menjadi anggota DPRD

Lantaran aktif di dunia jurnalistik, Bang Al sempat bermimpi menjadi dosen. Tak hanya itu, terlibat di dunia aktivis, diplomat yang pernah bertugas di Konsul Jenderal Republik Indonesia di Houston, Amerika Serikat pada 2010-2013 ini, pernah berkeinginan menjadi anggota legislatif.

“Saya pernah bercita-cita jadi dosen, karena pada saat itu prospek wartawan itu bagus dan bisa rangkap kerja wartawan dan dosen. Saya juga pernah bercita-cita jadi anggota DPRD tingkat satu Sumatera Barat, karena waktu itu saya aktivis dan wartawan. Tapi inilah yang saya katakan, takdir bercerita lain,” tandasnya.

Kini, di tengah kesibukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Luar Negeri, Bang Al masih sempat menyisakan waktunya untuk menulis di surat kabar, karena kecintaanya pada dunia jurnalistik tak pernah hilang.

“Sekarang saya sering menulis di kolom opini di berbagai media. Sekurang-kurangnya ada 600 opini lebih yang pernah saya tulis. Dan semakin sering saya menulis, semakin besar tanggung jawab intelektual saya. Kalau dulu saya menulis hanya koreksi sekali dua kali, sekarang saya bisa koreksi sampai 30 kali,” Bang Al mengakhiri kisahnya.