Balada Haji di Tengah Pandemi

Pada akhirnya Arab Saudi mengeluarkan keputusan resmi terkait pelaksanaan ibadah haji. Haji akan tetap dilaksanakan namun terbatas hanya bagi 10.000 orang warga Saudi atau warga asing yang tinggal di Saudi.

Balada Haji di Tengah Pandemi
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Leni Yurlaeni (54) seorang calon jamaah haji asal Tasikmalaya harus mengubur mimpinya untuk berhaji pada tahun ini. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama memutuskan untuk meniadakan pemberangkatan haji di masa pandemi. Keputusan ini diambil dengan cepat tanpa menunggu pengumuman resmi Arab Saudi. Leni mengaku sempat kecewa, karena penantian selama 8 tahun harus pupus tertunda. Namun dia mengaku ikhlas dan menerima, karena mungkin Allah SWT belum memanggilnya ke tanah suci tahun ini.

Kekecewaan juga dialami oleh Sukena (80), seorang pedagang sayur asal Cirebon yang tidak jadi berangkat. Di usia yang sudah senja, dia sangat berharap bisa berangkat tahun ini untuk berhaji. Namun apa daya, Sukena ditakdirkan untuk tidak jadi berangkat karena pandemi. Tadinya dia akan berangkat ditemani dua orang anaknya yakni Sukiman (50) dan Tarsini (45). Sukena mengaku hanya bisa pasrah dan ikhlas atas keputusan pemerintah.

Tidak hanya masyarakat biasa, pejabat publik pun terkenda dampak dari pembatalan haji. Gubernur Jawa Barat M. Ridwan Kamil tidak dapat melaksanakan haji pada tahun ini. Kang Emil panggilan akrab beliau, mengaku sudah menyiapkan segala sesuatu untuk keberangkatan pada tahun ini. Namun menurut beliau, soal keberangkatan haji memang tidak sepenuhnya keputusan manusia, namun ada faktor izin Tuhan di dalamnya. Kang Emil meminta masyarakat agar bersabar atas keputusan tidak bisa berangkat haji.

Keputusan pembatalan keberangkatan haji oleh pemerintah sempat menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Pertama adalah permasalahan pengumuman yang dinilai mendahului Arab Saudi sebagai negara penyelenggara. Kedua masalah keputusan pemerintah yang dilaksanakan secara sepihak tanpa menunggu persetujuan dari DPR RI. Ketiga masalah penggunaan dan alokasi dana haji yang tidak digunakan karena pandemi.

Pada akhirnya Arab Saudi mengeluarkan keputusan resmi terkait pelaksanaan ibadah haji. Haji akan tetap dilaksanakan namun terbatas hanya bagi 10.000 orang warga Saudi atau warga asing yang tinggal di Saudi. Artinya seluruh negara di luar Arab Saudi tidak bisa mengirim jamaah hajinya. Setelah adanya keputusan resmi dari pemerintah Arab Saudi, polemik pertama dan kedua terkait pembatalan ibadah haji mereda. Masyarakat mau tidak mau harus menerima kenyataan bahwa memang tidak mungkin melaksanakan haji tahun ini.

Polemik yang belum mereda adalah soal penggunaan dana haji. Beredar beragam isu terkait penggunaan dana haji oleh pemerintah. Ada yang mengatakan dana haji akan digunakan untuk menstabilkan rupiah. Hal ini menimbulkan reaksi penolakan dari masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Anggito Abimanyu Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) angkat bicara. Menurutnya, dana sebesar 135 triliun yang dikelola oleh BPKH hanya diperuntukan bagi hal-hal yang berkaitan dengan haji.

Anggito mempunyai cita-cita untuk bisa mempunyai hotel di Saudi untuk keperluan jamaah haji. Ada juga rencana investasi catering untuk kepentingan jamaah haji. Jika dua rencana tersebut dapat diwujudkan, maka keuntungan dari investasi tersebut akan dikembalikan kepada jamaah haji dalam berupa uang maupun peningkatan fasilitas pelayanan. Fasilitas pelayanan meliputi hotel, catering, transportasi dll.

Anggito menyatakan masih ada kendala untuk merealisasikannya, yakni sedikitnya instrumen berbasis syariah untuk pembiayaannya. Kendala berikutnya adalah permintaan jamaah haji sendiri agar uangnya tidak diapa-apakan dan hanya disimpan saja. Guna meraih kepercayaan dari jamaah haji, Anggito berencana akan memasifkan sosialisasi-sosialisasi tentang penggunaan dana haji agar tidak menimbulkan salah persepsi di masyarakat.