Apa Strategi Ekonomi Nasional Menyongsong Hari Kebangkitan Nasional ke-111 Tahun? (Bagian 2)

Berdasarkan data BI, tunggakan pinjaman (Non Performing Loan/NPL) dari UMKM ini hanya 4,64 persen sedangkan NPL kredit usaha menengah dan korporasi mencapai 5,6 persen

Apa Strategi Ekonomi Nasional Menyongsong Hari Kebangkitan Nasional ke-111 Tahun? (Bagian 2)
umkm (c) kadinpangandaran

MONDAYREVIEW- Jika dilihat di sektor keuangan dan perbankan yang menunjang berperannya sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak ini bagi perekonomian nasional yaitu dari alokasi kredit perbankan pada Tahun 2017 berdasarkan data Bank Indonesia (BI) hanya tumbuh sebesar 8,1 persen.  Namun, pertumbuhan itu terjadi untuk pembiayaan di pasar modal sebesar 35 persen yang publik pun tahu entitas bisnis apa dan siapa yang menguasai pasar modal tersebut.

Sementara sasaran (target)  pertumbuhan kredit Tahun 2017 yang direncankan sebesar 11,8 persen otomatis tak tercapai. Dari realisasi pertumbuhan kredit itu, alokasi kredit untuk Usaha Mikro, Kecil dan menengah (data Juli 2017) adalah sebesar Rp 884,63 Trilyun atau hanya 19,63 persen dari total kredit yang disalurkan perbankan yang mencapai sebesar Rp 4.507 Trilyun.

Sementara di lain pihak berdasarkan data BI, tunggakan pinjaman (Non Performing Loan/NPL) dari UMKM ini hanya 4,64 persen sedangkan NPL kredit usaha menengah dan korporasi mencapai 5,6 persen. Bahkan NPL kredit usaha mikro hanya 2,56 persen atau di bawah rata-rata NPL nasional yang sebesar 3 persen. Alokasi kredit terbesar pun disalurkan pada skala usaha menengah sebesar 46,49 persen, alokasi untuk usaha menengah 30,24 persen dan usaha kecil hanya sebesar 23,27 persen saja.

Berbagai kebijakan paket ekonomi telah diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo, namum implementasi kebijakan yang tampak paling tidak dari kebijakan pemihakan pada sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak dan skala usaha yang memperoleh pembiayaan juga sangat timpang.

Mungkinkah janji politik Trisakti dan Nawacita dapat terealisasi dengab posisi ketimpangan sektoral dan struktural ekonomi berdasarkan data keuangan dan perbankan di atas? Belum lagi jika postur APBN dianalisa alokasinya soal kebijakan pemihakan pada cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak itu untuk merealisasikan kemandirian ekonomi dan mewujudlkan kebamgkitan nasional melalui kebangkitan ekonomi konstitusi.

Tanpa perencanaan yang terarah dan sesuai skala prioritas serta hanya mengandalkan janji-janji kampanye yang tak berbasis data dan tak realistis, maka selama itu pula kebangkitan ekonomi nasional hanya sebatas wacana saja. Bahkan, mencapai keberhasilan yang pernah dicapai di masa pemerintahan Presiden Almarhum Soeharto dalam berswasembada beras pun sulit dicapai, sebab fundamental ekonomi Indonesia yang lemah.

Lemahnya fundamental ekonomi bangsa ini disebabkan oleh sebagian besar sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak tak mampu mengungkit perekonomian nasional. Lebih dari itu adalah masalah kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang tak mampu diselesaikan oleh kebijakan pemerintah sehingga Trisakti dan Nawacita hanyalah pepesan kosong karena adanya deviasi antara kebijakan dan prakteknya