Antara Imunitas DPR dan Demokrasi

Pengesahan Undang-Undang MD 3 masih meninggalkan polemik. Benarkah undang-undang ini akan mengebiri proses demokrasi di Indonesia?

Antara Imunitas DPR dan Demokrasi
gedung DPR RI

MONDAYREVIEW- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) atas perubahan UU MPR, DPR, DPR dan DPRD (MD 3) pada 12 Februari silam. UU ini memunculkan sejumlah pasal kontroversial dan dianggap mematikan kebebasan. Pasal  tersebut antara lain; penghinaan parlemen, hak imunitas anggota DPR, izin pemeriksaan anggota DPR ke Mahkamah Kehormatan DPR (MKD), pemanggilan paksa oleh DPR.

Tidak sedikit yang menilai langkah DPR memasukkan ketentuan tersebut sebagai upaya menguatkan posisi politik DPR dan kekuasaan. Melalui perubahan tersebut, DPR ingin dubuat tidak hanya menjadi lembaga superbody¸ kebal dari kritik masyarakat, tetapi juga berpotensi melindungi anggota dewan yang terjerat penyimpangan kekuasaan.

Salah satu poin yang disoroti adalah Pasal 122 Huruf K, pasal ini dinilai mengancam kebebasan dan kehidupan demokrasi di Indonesia. Pasal ini mengatur kewenangan DPR lewat MKD untuk mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Imparsial, Indonesia Corruption Watch (ICW), Perludem, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan beberapa LSM lainnya menilai, pasal itu mengancam kebebasan pers, kebebasan berekspresi, mematikan kritik publik terutama dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap kinerja parlemen.

"Bagaimana mungkin DPR yang harusnya dikontrol oleh masyarakat sebagai pemilik kedaulatan sesungguhnya, justru mengancam sanksi pidana," kata Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsudin Alimsyah. Ia menyatakan, DPR gagal memahami aspirasi publik sebagai bentuk kritik yang wajar dalam demokrasi.

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menepis anggapan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) berpotensi membungkam rakyat. Ia menegaskan DPR tidak memiliki mekanisme dalam membungkam rakyat.

Fahri meyakini tudingan DPR anti ktitik hanyalah kehendak untuk mengaburkan integritas DPR. "Mereka disebut Wakil Rakyat. Tentu harus kuat seperti yang diwakili. Sebab kalau mereka lemah untuk apa diseleksi melalui Pemilu," katanya

Sebagai wakil rakyat, DPR diminta tak perlu khawatir dengan berbagai kritik dan pandangan publik terkait kinerja mereka. DPR seharusnya menerima itu sebagai masukan positif dan bukan malah mengancam masyarakat dengan mencantumkan pasal penghinaan di dalam UU MD3.

Mantan Ketua Dewan Pers Bagir Manan menilai, disahkannya UU MD3 telah mengancam kebebasan pers. Ia menyebut DPR telah mengganggu kinerja pers menjalankan tugasnya mengawal pemerintahan yang bersih dan jujur. DPR, lanjutnya, menegakkan integritas dengan kerja-kerja yang berkualitas.