Anggota DPR Dorong Pemerintah Bentuk Otoritas Independen Perlindungan Data Pribadi

MONITORDAY.COM - Anggota Komisi I DPR RI Farah Puteri Nahlia menilai, adanya kebocoran data 297 juta jiwa penduduk Indonesia menunjukkan bahwa pentingnya dibentuk otoritas independen terkait perlindungan data pribadi.
"Kejadian ini merupakan alarm betapa pentingnya otoritas perlindungan data pribadi independen di Indonesia," kata dia, dalam keterangannya, Selasa (25/5/2021).
Farah mengatakan, perlindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang merupakan bagian dari pelindungan diri pribadi sehingga perlu ada landasan hukum yang kuat untuk memberikan keamanan atas data pribadi berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.
Farah menilai otoritas perlindungan data pribadi nantinya menjadi salah satu aktor kunci yang berfungsi sebagai ujung tombak regulator di bidang privasi dan perlindungan data.
"Yang harus berfungsi tidak hanya sebagai ombudsman, auditor, konsultan, pendidik, penasihat kebijakan, dan negosiator, tetapi juga dapat dengan tegas menegakkan perubahan perilaku ketika aktor swasta atau seperti kasus ini aktor publik yang melanggar undang-undang perlindungan data," ujarnya.
Farah menambahkan, otoritas tersebut sudah sepatutnya menjadi lembaga negara yang bebas dari intervensi dan kepentingan individu, bisnis, dan lembaga negara lain karena tidak mudah mengawasi diri sendiri.
Selain dibentuknya otoritas independen, politisi PAN itu juga mendorong agar Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) dapat segera disahkan.
"Negara harus hadir dengan bekerja lebih cepat dan cerdas dalam mengesahkan RUU PDP dalam menjamin hak warga negara atas pelindungan diri pribadi dan menjamin pengakuan dan penghormatan atas pentingnya pelindungan data pribadi," katanya.
Sementara kepada masyarakat, Farah mengimbau agar meningkatkan kesadaran dalam melindungi data pribadinya dan saling mengingatkan mengenai data apa yang perlu dan tidak perlu untuk dibagi.
"Langkah itu untuk menghindari penyalahgunaan data pribadi, seperti penipuan dan kekerasan berbasis gender secara daring," kata Farah. Dilansir Antara.