Analisa Pakar Geologi Soal Misteri Anak Gunung Krakatau yang Tertangkap Citra Satelit
Sebagian tubuh Gunung Anak Krakatau mengalami longsor dan menyebabkan tsunami di Selat Sunda beberapa waktu lalu. Runtuhnya dinding anak Krakatau terus terjadi dan terekam citra satelit pada 24 Desember 2018. Dari situ, terlihat sudah menelan hampir separuh luas permukaan dari pulau Anak Krakatau.

MONITORDAY.COM – Sebagian tubuh Gunung Anak Krakatau mengalami longsor dan menyebabkan tsunami di Selat Sunda beberapa waktu lalu. Runtuhnya dinding anak Krakatau terus terjadi dan terekam citra satelit pada 24 Desember 2018. Dari situ, terlihat sudah menelan hampir separuh luas permukaan dari pulau Anak Krakatau.
Namun citra terbaru yang terekam pada 27 Desember memperlihatkan bahwa adanya daratan miring (landaian) dari Gunung Anak Krakatau. Seolah-olah gunung ini memperbaiki sendiri luka-luka akibat longsoran sebelumnya.
Pakar geologi, Rovicky Putrohadi, menganalisa terkait kenapa hal tersebut bisa terjadi. Menurutnya, ada dua kemungkinan yang menyebabkan Gunung Anak Krakatau bisa seakan menutup daratan yang telah longsor dalam waktu seketika. Pertama, interpretasi citra satelitnya kurang tepat, karena citra yang tertutup oleh hembusan abu dan uap air (steam).
“Dari kajian tsunami yang terbentuk, memang membutuhkan volume tertentu sehingga cukup untuk mendorong air supaya terbentuk tsunami. Sehingga sangat wajar bila ada cukup besar volume yang ambrol,” kata Rovicky dalam keterangan tertulis, Jumat (28/12).
Kemudian, kedua, pertumbuhan dan penambahan material yang sangat besar sehingga Gunung Anak Krakatau mampu secara cepat mengobati 'luka' hasil longsoran.
Perubahan yang sangat cepat ini menjadikan sebuah pemahaman bagaimana tsunami terbentuk, termasuk apa yang menjadi pemicu utamanya.
“Dengan memahami pemicu tsunami, kita akan mampu membuat EWS (Early Warning System), yang sesuai dengan penyebab terbentuknya. Jika longsor hanya dengan getaran kecil mampu membuat longsor yang menimbulkan tsunami, maka potensi longsoran perlu dimonitor secara detail,” terangnya.
Rovicky menambahkan, begitu pula apabila letusan besar menyebabkan longsoran, maka perlu memonitor magma, perilaku magma, dan juga geomagma, tipe, kimiawinya, tren perubahannya, dan sebagainya.”Dengan demikian, dikatakan bahwa memahami bagaimana terbentuknya tsunami menjadi sangat penting,” ucapnya.