AJI Jakarta Kecam Keras Intimidasi Terhadap Jurnalis Detikcom

AJI Jakarta Kecam Keras Intimidasi Terhadap Jurnalis Detikcom
Stop intimidasi wartawan/net

MONITORDAY.COM - Kasus intimidasi terhadap jurnalis kembali terjadi di Jakarta. Kali ini korbannya adalah jurnalis Detikcom saat meliput Aksi 211, Jumat (2/11/2018). 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras tindakan indtimidasi yang dilakukan oleh peserta aksi 211 terhadap jurnalis Detikcom. 

Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri menerima laporan intimidasi itu berawal saat jurnalis tersebut memfoto sampah yang berserakan di lokasi aksi, tepatnya di sekitar Patung Kuda, Monas, Jakarta. 

"Peserta Aksi 211 yang melihat aktivitas jurnalis tersebut kemudian mempertanyakan untuk apa memfoto sampah. Peserta aksi lainnya meminta jurnalis itu menghapus foto sampah tersebut. Di bawah tekanan, akhirnya foto tersebut dihapus," ujar Asnil dalam keteranganya yang diterima Monitorday.com di Jakarta, (4/11/2018). 

Asnil berujar, bahkan ada peserta aksi yang menanyakan apakah jurnalis tersebut bagian dari “cebong” (sebutan bagi kelompok pendukung Jokowi). Dijawab dengan tegas, bukan. Namun jurnalis tersebut tetap diinterogasi di bawah tekanan. 

Kasus intimidasi tersebut viral di media sosial seperti YouTube, Instagram, Facebook dan pesan berantai aplikasi WhatsApp. Akun Instagram @jasmevisback mengunggah data pribadi yang ada di KTP dan kartu pers milik jurnalis tersebut. Bahkan di akun Facebook Tryas Ramandest juga mengunggah foto KTP dan kartu pers milik jurnalis dengan menuliskan pesan bernada kekerasan. 

Asnil menegaskan, intimidasi terhadap jurnalis tersebut bisa dijerat dengan pasal pidana KUHP dan Pasal 18 Undang-Undang Pers. 

"Maka setiap orang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik dapat dipidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta," tegasnya. 

Dalam negara demokrasi, lanjut Asnil, jurnalis dilindungi oleh UU Pers saat bekerja, mulai mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan informasi yang didapat kepada publik. 

"Jadi, bila jurnalis diintimidasi dan dihalang-halangi saat liputan, hak masyarakat untuk memperoleh berita yang benar dan akurat terhambat. Bila ada masalah dengan pemberitaan disediakan mekanisme yang beradab berupa hak jawab, koreksi, dan pengaduan ke Dewan Pers," paparnya. 

Disampinb itu, AJI Jakarta juga menghimbau semua media secara kelembagaan untuk tetap profesional, berpegang teguh pada kode etik jurnalistik, dan independen menyiarkan berita dan Jurnalis di lapangan pun perlu waspada saat liputan. 

Atas insiden intimidasi terhadap jurnalis tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyerukan dan menyatakan sikap sebagai berikut: 

1. AJI Jakarta mengecam tindakan pengusiran jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya oleh sekelompok massa aksi 211. Sebab hal ini telah mengancam kebebasan pers di republik ini. 

2. AJI Jakarta juga mengingatkan kepada masyarakat bahwa menghalangi aktivitas jurnalistik dapat dijerat pidana, pasal 18 UU Pers Tahun 1999 dengan ancaman penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500juta. 

3. AJI Jakarta mendorong Kepolisian untuk mengambil tindakan hukum agar ke depan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat. Sebab jika tidak pers yang menjadi pilar keempat demokrasi akan menjadi taruhannya. 

4. AJI Jakarta mengimbau semua media untuk memberikan perlindungan kepada jurnalisnya yang menjadi korban intimidasi dan persekusi.