Ahmad Dhani Ditahan, PSI: Puisi Fadli Zon Jahat dan Membodohi Rakyat

Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dedek Prayudi, menanggapi puisi yang ditulis Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, yang diberi judul 'Ahmad Dhani'. Dalam puisi tersebut, Fadli Zon menyebutkan bahwa pentolan Dewa 19 tersebut adalah korban rezim.

Ahmad Dhani Ditahan, PSI: Puisi Fadli Zon Jahat dan Membodohi Rakyat
Jubir PSI Dedek Prayudi

MONITORDAY.COM - Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dedek Prayudi, menanggapi puisi yang ditulis Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, yang diberi judul 'Ahmad Dhani'. Dalam puisi tersebut, Fadli Zon menyebutkan bahwa pentolan Dewa 19 tersebut adalah korban rezim.

"Saya kira beliau sedang berupaya membodohi rakyat agar rakyat menyalahkan Presiden Jokowi atas vonis hakim kepada Ahmad Dhani. Tujuannya adalah untuk memenangkan pilpres. Ahmad Dhani sudah divonis, sekarang dijadikan alat membodohi rakyat untuk kepentingan Prabowo," kata Dedek dalam siaran media yang diterima redaksi Monitorday.com, Selasa (29/1/2019)

Dedek menerangkan bahwa Indonesia menganut paham asas Trias Politicas yang dianut oleh Indonesia dalam berdemokrasi. "Disini kekuasaan dipisah antar lembaga tinggi negara, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Yudikatif yang dalam hal ini menentukan putusan vonis, bersih dari campur tangan eksekutif yang dikepalai Presiden," terang Dedek.

Anggota TKN Jokowi-Ma'ruf ini justru menduga bahwa Capres no urut 02 ini justru akan mendikte hukum apabila terpilih. "Dalam debat Capres, beliau mengatakan bahwa Presiden adalah Chief Officer of law enforcement, dimana itu mengindikasikan bahwa beliau percaya Presiden berkedudukan tertinggi dalam penegakan hukum, bukan hakim," ujar Dedek.

Dedek menghimbau Fadli Zon untuk mencontoh Ahok yang secara lapang dada menghormati dan menjalani vonis hakim. 

"Contohlah pak BTP yang menerima keputusan hakim tanpa harus framing opini dengan statement subjektif yang menyesatkan. Berikanlah edukasi dan contoh baik kepada anak muda," tutup Dedek.