6 Pertimbangan Pemerintah Bubarkan FPI

Enam hal tersebut menjadi landasan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) enam Menteri tentang larangan kegiatan penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

6 Pertimbangan Pemerintah Bubarkan FPI
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharief Hiariej saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat pada Rabu (30/12/2020). (Tangkap layar YouTube Kemenko Polhukam RI)

MONITORDAY.COM - Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharief Hiariej memaparkan enam pertimbangan pemerintah untuk pemberhentian serta melarang seluruh kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut ormas Front Pembela Islam (FPI).

Enam hal tersebut menjadi landasan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) enam Menteri tentang larangan kegiatan penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

Demikian enam hal tersebut disampaikan Edward saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2020).

Pertimbangan pertama merupakan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang.

Adapun, tujuan dibuatnya Undang-Undang tersebut adalah untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.

Lebih lanjut, kedua isi Anggaran Dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang.

Ketiga, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) sebagai Organisasi Kemasyarakatan berlaku sampai tanggal 20 Juni 2019, dan sampai saat ini FPI belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT tersebut, oleh sebab itu secara de jure terhitung mulai tanggal 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar.

Keempat, kegiatan Organisasi Kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5 huruf g, Pasal 6 huruf f, Pasal 21 huruf b dan d, Pasal 59 ayat (3) huruf a, c, d, Pasal 59 ayat (4) huruf c, dan Pasal 82A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang.

"Bahwa pengurus dan atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung dengan FPI berdasarkan data sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme dan 29 orang diantaranya telah dijatuhi pidana, disamping itu sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 orang diantaranya telah dijatuhi pidana," jelas Edward.

Keenam merupakan jika menurut penilaian atau dugaannya sendiri terjadi pelanggaran ketentuan hukum maka pengurus dan atau anggota FPI kerap kali melakukan berbagai tindakan razia (sweeping) di tengah-tengah masyarakat, yang sebenarnya hal tersebut menjadi tugas dan wewenang Aparat Penegak Hukum.

"Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu menetapkan Keputusan Bersama," sambung Edward.

Sedangakan enam menteri yang menandatangani SKB yaitu Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tito Karnavian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Idham Azis, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol Boy Rafli Amar.