3 Pilar Ketahanan Pangan dan Mulainya Panen di Food Estate

3 Pilar Ketahanan Pangan dan Mulainya Panen di Food Estate
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo/ net

MONITORDAY.COM - Laju populasi menghadapkan dunia pada tantangan kebutuhan pangan. Ketahanan pangan dalam masyarakat bergantung pada tiga pilar utama, yaitu ketersediaan pangan (food availability), akses pangan (food access), dan pemanfaatan pangan (food utilization).

Ketersediaan pangan berarti bahwa pangan secara fisik cukup untuk seluruh penduduk. Indonesia dengan penduduk tak kurang dari 270 juta jiwa memerlukan ketersediaan pangan yang besar pula. Tanpa manajemen yang baik maka kerawanan pangan dapat muncul sewaktu-waktu. Persediaan secara nasional harus cukup dan distribusinya harus merata.  

Akses pangan berarti individu dapat memperoleh pangan yang tersedia. Meski data menunjukkan ketersediaan pangan yang memadai belum tentu setiap penduduk dapat mengaksesnya. Baik dengan membeli maupun mendapatkan bantuan sosial.  

Sementara pemanfaatan makanan mengacu pada cara tubuh manusia dapat menggunakan makanan yang mereka makan. Makanan terbaik cenderung tidak banyak berubah dari kondisi aslinya. Teknologi pangan dan pengolahan pangan mampu meningkatkan kualitas makanan.  

Kita juga perlu memahami dasar UU Pangan yang memperkuat konsep pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety).

Teknologi Dan Petani Muda

Diperlukan  sentuhan teknologi canggih dan termutakhir dalam sektor pertanian untuk menarik minat kalangan milenial, sehingga meningkatkan regenerasi petani di Nusantara. Tenaga kerja sektor pertanian kecenderungannya terus berkurang. Perlu diyakinkan bahwa sektor pertanian menjanjikan masa depan yang cerah. Pembangunan pertanian tidak bisa dihentikan karena manusia perlu makan.

Peningkatan produktivitas pertanian saat ini tidak bisa dilakukan dengan cara tradisional. Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Asna Mustofa mengingatkan regenerasi petani sangat penting dilakukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan. Regenerasi petani memang diperlukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan dan mendukung program ketahanan pangan.

Perlu dibuat berbagai program yang inovatif guna menarik minat petani muda atau milenial. Teknologi pertanian juga dapat mendukung peningkatan produksi dan efisiensi. Teknologi tidak harus canggih, tetapi yang sepadan. Dalam arti teknologi yang sesuai kebutuhan. Teknologi yang terlalu tinggi akan butuh biaya yang tinggi, sehingga harus disesuaikan juga dengan lahan yang akan digarap.

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian mencatat petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang atau sekitar 8 persen dari total jumlah petani di Indonesia.

Melalui data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2019, jumlah petani muda tercatat terjadi penurunan 415.789 orang dari periode 2017 ke 2018.

Panen di Kawasan Lumbung Pangan

Kementerian Pertanian menyatakan para petani di Kalimantan Tengah, khususnya yang berada di kawasan lumbung pangan (Food Estate) kini tengah bersiap melakukan panen, yang diperkirakan rata-rata hasilnya mencapai 4-6 ton per hektare (ha).

Siap dilakukan panen pada minggu pertama Februari sekitar 200-250 hektare. Beberapa petani sudah melakukan panen dengan hasil cukup memuaskan dengan hasil sekitar 6,4 ton per Ha.

Food estate adalah program super prioritas, di sini kami juga telah membangun center of excellent yaitu model ideal food estate yang sesuai dengan kondisi petani serta peluang industri. Lokasi tersebut yang akan menjadi pusat percontohan bagi kawasan di sekitarnya," kata Fadjry.

Pada beberapa kesempatan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan optimismenya terhadap program Food Estate, meskipun terjadi dinamika di lapangan.

Penggunaan teknologi menjadi salah satu dasar optimisme itu. Mentan Syahrul juga mengungkapkan bahwa dalam program ini penerapan mekanisasi serta teknologi pertanian diharapkan dapat mengoptimalkan rawa menjadi lahan pertanian produktif dan meningkatkan produksi pertanian.

Terkait hal tersebut, Kepala Balitbangtan menyatakan bahwa pihaknya sudah menerapkan teknologi budidaya Rawa Intensif, Super dan Aktual (RAISA) yang dapat mendukung produksi padi pada lahan dengan kandungan zat besi dan natrium yang tinggi.

Dengan aplikasi teknologi ini akan dapat meningkatkan produktivitas padi serta diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman dari IP 100 menjadi IP 200 atau bahkan IP 300 dalam setahun.