Survei LIPI Sebut Jawa Barat Menjadi Salah Satu Daerah Rentan Terpapar Berita Hoaks Jelang Pilpres 2019

Beredarnya kabar hoax sepanjang tahun 2018 dan menjelang pilpres 2019 mendatang semakin meningkat. Menurut Satuan Tugas (Satgas) Nusantara Kepolisian RI, jumlahnya mencapai ribuan. Tepatnya, sejak 2017 hingga Desember 2018, produksi berita palsu tersebut hingga 3.878.

Survei LIPI Sebut Jawa Barat Menjadi Salah Satu Daerah Rentan Terpapar Berita Hoaks Jelang Pilpres 2019

MONITORDAY.COM - Beredarnya kabar hoaks sepanjang tahun 2018 dan menjelang pilpres 2019 mendatang semakin meningkat. Menurut Satuan Tugas (Satgas) Nusantara Kepolisian RI, jumlahnya mencapai ribuan. Tepatnya, sejak 2017 hingga Desember 2018, produksi berita palsu tersebut hingga 3.878.

"Lebih dari setengahnya, berasal dari jumlah laporan tahun 2018," kata Kepala Satgas Nusantara, Irjen Pol Gatot Eddy Pramono.

Pasalnya, angka itu diambil berdasarkan penelusuran Satgas di media sosial. Padahal, cara penyebaran hoaks bukan hanya dari media sosial. Pun demikian dengan aplikasi pesan lintas platform macam Whatsapp.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan sebuah riset pada tahun 2018 terkait masyarakat yang rentan terpapar berita bohong.

Hasilnya, menurut riset tersebut, ada tiga daerah di Indonesia yang paling rentan terserang hoaks. "Tiga daerah itu adalah Aceh, Jawa Barat, dan Banten," ucap Peneliti Sosial dan Politik LIPI, Amin Mudzakir.

Kesimpulan itu LIPI dapat setelah melakukan survei di sembilan provinsi di Indonesia, yakni Sumatra Utara, Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, DIY Yogyakarta, dan Sumatra Selatan.

Penelitian yang bertujuan untuk mengukur tingkat intoleransi di sembilan provinsi tadi, mengambil sampel dari 1.800 responden--masing-masing provinsi 200 responden.

"Tingkat penerimaan soal berita (bohong) mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI), kriminalisasi ulama, hingga tenaga asing dari Tiongkok di tiga daerah itu tinggi," ucap Amin.

Sebenarnya, ada satu benang merah dari ketiga daerah tersebut. Yakni, baik Aceh, Jawa Barat, maupun Banten, merupakan daerah yang kental dengan nuansa agama Islam.

Menurut Amin, mudahnya daerah-daerah berbasis agama terpapar hoaks tidaklah mengejutkan. Pasalnya, di sana, khususnya di Jawa Barat dan Banten, ada sentimen sejarah yang kuat soal afiliasi dengan Islam politik.

"Di daerah yang punya afiliasi dengan Islam politik, sangat tinggi tingkat keterimaan informasi hoaks," ucapnya. Islam politik yang dimaksud adalah memiliki hubungan dengan Partai Masyumi.

Pada era Orde Lama, Partai Masyumi berkembang cukup subur di tiga provinsi tadi, khususnya Jawa Barat--yang kala itu masih menjadi satu dengan Banten. Sehingga, daerah-daerah tersebut seperti antipati terhadap komunisme.

Lalu, mengapa daerah-daerah dengan jumlah masyarakat Islam yang banyak seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah tidak mudah terpapar hoaks? Menurut Amin, ini ada hubungannya dengan Nahdlatul Ulama (NU).

"PBNU sudah mengatakan kalau isu kebangkitan PKI itu adalah hoaks. Bahkan, kalau mau ditarik ke belakang, di era Presiden Abdurrahman Wahid, ada usaha rekonsiliasi dan dikatakan bahwa PKI sudah kalah serta tak akan bangkit lagi," kata Amin.

Di samping itu, kata dia, hasil penelitian juga menyebut bahwa penyebar hoaks merupakan orang yang mengerti sejarah dan berpengetahuan luas. Oleh karena itulah, sejauh ini, tema-tema yang mereka keluarkan akan laku.

Tema tersebut misalnya, mengenai paham komunisme, anti-Tiongkok, atau Presiden Joko "Jokowi" Widodo pro-Tiongkok. "Daerah di luar (tiga) tadi, seperti Bali atau Papua misalnya, tidak akan laku karena tidak ada memori kolektif yang membuat orang tergiring untuk menerima info hoaks tersebut," ucap Amin.

Menurut Amin, dalam penyebaran hoaks ini, Presiden Jokowi memang menjadi salah satu tokoh yang kerap dirugikan.

Jokowi sendiri sebenarnya sudah gerah dijadikan sasaran tembak hoaks. Pada akhir tahun lalu, dia pun meminta pelaku pembuat hoaks untuk "ditabok". "Yang namanya menabok yaitu menabok dengan proses hukum," terang Jokowi,