Jimly : Pasal Penghinaan Presiden Bahaya Bagi Demokrasi
Jika ditinjau dalam jangka panjang, pasal tersebut merupakan hal yang kontra produktif dengan wajah demokrasi Indonesia.

MONITORDAY.COM -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai masuknya pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan sebuah kemunduran.
"Kembali setback, harusnya pemimpin zaman now harus berpikir ke depan, jangan mundur ke belakang," ujarnya kepada Monitorday.com di Masjid Cut Meutia, Jakarta Pusat, Rabu (14/2/2018).
Pasal 263 Draft RKUHP per 10 Januari 2018 ayat 1 disebutkan: Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini memandang, upaya mempidanakan pengkritik maupun panghina bisa dimengerti jika melihat kondisi belakangan yang penuh kabar hoaks.
Namun jika ditinjau dalam jangka panjang, pasal tersebut merupakan hal yang kontra produktif dengan wajah demokrasi Indonesia.
"Bahaya bagi demokrasi dan perkembangan kualitas peradaban bangsa. Mundur kita," tegasnya.
Sementara pada ayat 2 dikatakan: Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan diri.
Pasal penghinaan diperluas dengan dirumuskannya Pasal 264 yang mengatur penghinaan melalui sarana teknologi informasi. Berikut bunyi pasal tersebut:
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
[Suandri Ansah]