Waspada! Kominfo Mendapati 2000 Konten Hoaks Soal Covid-19
WHO telah memunculkan suatu istilah baru, yakni infodemi. Infodemi menjadi masalah baru selain COVID-19 itu sendiri.

MONITORDAY.COM - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hingga bulan ini mendapatkan lebih dari 2.000 konten hoaks tekait virus corona (COVID-19) di Indonesia.
"WHO telah memunculkan suatu istilah baru, yakni infodemi. Infodemi menjadi masalah baru selain COVID-19 itu sendiri," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Pangerapan, saat jumpar pers secara virtual "Strategi Komininfo Menangkal Hoaks COVID-19", Senin (19/10).
Berdasarkan data internal Kominfo menunjukkan sejak 23 Januari hingga 18 Oktober terdapat 2.020 konten hoaks seputar COVID-19 di media sosial, sementara yang sudah diturunkan (take down) berjumlah 1.759.
Adapun, Kominfo mengidentifikasi terdapat tiga jenis infodemi yang beredar di Indonesia, pertama berupa disinformasi, yakni informasi sengaja dibuat salah untuk mendestruksi apa yang sudah beredar.
Kedua, malinformasi yaitu info yang faktual, namun, dibuat untuk orang tertentu dengan tujuan tertentu.
Infodemi ketika berupa misinformasi, informasi yang diberikan tidak tepat, namun, tidak ada unsur kesengajaan.
Menurut Semuel, kementerian perlu meluruskan informasi yang beredar seputar COVID-19 agar tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
"Kami perlu melakukan pengendalian, bukan untuk membatasi kebebasan berekspresi masyarakat atau kebebasan berpendapat. Tapi, situasi pandemi ini kami perlu meluruskan informasi-informasi yang salah agar tidak meresahkan masyarakat," papar Semuel.
Terkait menangani konten yang berpotensi hoaks, Semuel menguraikan kementerian selalu melakukan pengujian fakta, verifikasi, informasi yang masuk, ke beberapa pihak.
Sedangkan jika memang informasi tersebut, setelah diverifikasi adalah tidak benar, kementerian akan memberi "stempel" hoaks terhadap konten tersebut.
Dalam mengatasi hoaks yang beredar, Kominfo menggunakan pendekatan literasi digital, yakni memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai ruang digital dan interaksi yang ada di dalamnya melalui Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi.
"Tapi, kalau ada orang yang bertujuan membuat keonaran, akan berhubungan dengan polisi," imbuh Semuel.
Lebih lanjut, Semuel mengatakan, langkah hukum akan diambil jika hoaks tersebut meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban.