Warga Robohkan Plang Muhammadiyah dan Aisyiyah di Banyuwangi, Pengamat Nilai Neo Komunis Sedang Bermain

Warga Robohkan Plang Muhammadiyah dan Aisyiyah di Banyuwangi, Pengamat Nilai Neo Komunis Sedang Bermain
Plang Muhammadiyah dan 'Aisyiyah Banyuwangi dirobohkan (DOK: Istimewa)

MONITORDAY.COM - Jagat lini masa dihebohkan video penurunan plang nama Muhammadiyah di Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Adalah akun Twitter @TofaTofa_id yang mengunggah video pencopotan plang Muhammadiyah di sebuah masjid di Desa Tampo pada Jumat (25/2/2022) sore WIB, hingga menjadi viral dan pusat perbincangan warganet.

Ternyata, proses pencopotan plang tersebut diunggah channel Youtube Discovery Banyuwangi, yang menayangkan video selama 25 menit. Di sini, camat, kepala desa, kepala kantor urusan agama (KUA), dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) ikut mengawal pencopotan plang nama organisasi masyarakat (ormas) Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan tersebut.

Ada tiga plang yang berdiri berdampingan, yaitu papan bertuliskan "Pusat Dakwah Muhammadiyah Tampo", "Pimpinan 'Aisyiyah Ranting Tampo", dan "TK 'Aisyiyah Bustanul Athfal Tampo". Belasan warga yang berkumpul menggergaji plang bertuliskan Pusat Dakwah Muhammadiyah Tampo dan Pimpinan 'Aisyiyah Ranting Tampo hingga roboh.

Pengamat Politik Muslim Arbi menilai  Neo Komunis sedang bermain atas kejadian pencopotan plang Muhammadiyah dan Aisyiah di Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. 

Menurut Muslim, Neo Komunis sengaja melakukan adu domba antara Muhammadiyah dan NU. 

“Warga Muhammadiyah tidak akan terprovokasi kejadian di Banyuwangi dan lebih melakukan pendekatan hukum untuk membongkar kasus jni,” papar Muslim, Minggu (27/2/2022).  

Opini yang ingin dibuat kejadian di Banyuwangi, kata Muslim, warga NU yang melakukan pencopotan plang Muhammadiyah dan Aisyiyah. 

“Dan tidak menutup kemungkinan warga NU yang minoritas plangnya dicopot. Nanti yang dituding kelompok Muhammadiyah. Pola seperti ini yang harus diwaspadai,” jelas Muslim.

Seorang pengurus Muhammadiyah yang hadir menyampaikan pendapatnya, jika ia jujur dari dalam hari tidak menginginkan hal itu terjadi. Apalagi, pencopotan plang dilakukan berdasarkan kesepakatan warga.

"Kami tadi juga berkonsultasi kepada badan hukum yang kami punya, bahwa pemasangan plang ini, tidak serta merta pendulu-pendulu kami itu memang dengan begitu saja, tapi juga beberapa dasar yang sangat kuat dan dasar legal maka tadi disampaikan bahwa tadi yang bisa membuka ini adalah hasil pengadilan, bukan dari kesepakatan yang ada, tapi ini yang menyampaikan adalah badan hukum Pak," kata pengurus tersebut.

Dia mengutip pendapat pengurus badan hukum di Muhammadiyah, jika pencopotan plang organisasi hanya bisa dilakukan melalui surat pengadilan. Karena tidak kuasa melawan pengurus kecamatan yang datang bersama warga sekitar, sang pengurus Muhammadiyah akhirnya hanya bisa meminta pemerintah kecamatan, desa, kepala KUA, dan Babinsa mewakili Danramil Cluring untuk mengisi berita acara tentang kegiatan pembongkaran plat organisasi.

"Jadi nanti sebelum terjadi pembongkaran ini, mohon berita acara yang kami punya ini diisi bisa dari pak camat, pak kades, bisa juga dari KUA, Pak Babinsa monggo, bisa diisi berita acara yang kami inginkan. Itulah harapan kami," ujar pemuda tersebut yang dikelilingi warga yang emosi.

Dari video terlihat jika warga sempat akan membuang plang tersebut ke gorong-gorong di depan masjid, namun tidak jadi dilakukan. Adapun plang bertuliskan TK 'Aisyiyah Bustanil Athfal Tampo yang juga sempat ikut mau dirobohkan warga, akhirnya dibiarkan warga.

Camat Cluring, Henri Suhartono menjelaskan, pencopotan plang dilakukan karena sudah menjadi keputusan bersama di tingkat pemerintahan kecamatan. Dia menyebut, ada undang-undang (UU) yang membuat plang nama itu harus dicopot, pertama masalah tata perizinan pendirian bangunan, dan kedua terkait kegiatan yang tak diinginkan warga sekitar.

"Untuk kondusivitas wilayah maka untuk sementara waktu tidak ada yang menghakimi antara ini dan itu. Sampai menunggu proses hukum lebih lanjut, monggo kalau proses hukum lebih lanjut," ujar Henri.