Walhi: Kerusakan Hutan Hingga Alih Fungsli Lahan Picu Bencana Ekologi

MONITORDAY.COM - Tahun 2021 baru berjalan 18 hari, namun deretan bencana serta musibah silih berganti melanda Indonesia.
Terlalu dini tuk menyalahkan faktor cuaca, bencana ekologi berupa banjir, tanah longor dan kebakaran hutan ini acap kali terjadi karena ulah manusia yang cendrung exploitatatif, sementara regulasi pun tak maksimal untuk urusan alam.
Hal ini dikatakan Direktur Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Nur Hidayati atau sering disapa Yaya di tamu redaksi Monday Media Group, Minggu (18/1/2021).
Menurut Yaya, carut marutnya tata kelola lingkungan dan sumber daya alam (SDA) karena degradasai hutan secara masif.
Yaya menilai bencana ekologi di Sumedang karena proses mitigasi yang tidak optimal dan lambannya pemberitahuan dini kepada masyarakat bahwa lokasi yang menjadi tempat tinggal mereka berada di kawasan zona rawan bencana.
Selain itu, pengrusakan lahan akibat dari pembangunan infrastruktur kian marak, mirisnya selalu mengatasnamakan investasi. Sementara lokasi pembangunannya berpotensi pada dampak ketidakstabilan tanah dalam menyerap air.
Begitupun dengan Kalimantan Selatan, banjir kali ini paling parah, bak benang kusut, berbagai masukan telah disampaikan kepada pemangku kebijakan karena indikasi bencana di daerah ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor.
Walhi mencatat bahwa 50% dari lahan di Kalsel telah beralih fungsi menjadi tambang batubara dan perkebunan sawit.
Mengacu ke fakta miris itu saja, Yaya tak heran jika banjir terjadi dalam skala besari. Belum lagi, konflik agraria lantaran mayoritas pemilik tambang maupun sawit adalah perusahaan besar.
Kondisi diperparah dengan praktik oknum pejabat setempat yang bakal mengikuti pemilukada, tak jarang ada kesepakatan dan mufakat jahat terkait izin pertambangan. Pemain tambang selalu berkilah telah mengurus amdal dan berbagai kebijakan yang cendrung manipulatif.
Oleh karena itu, Pemerintah kata Yaya, semestinya mengevaluasi seluruh pemberian izin tambang dan perkebunan sawit di provinsi itu lantaran menjadi pemicu degradasai hutan secara masif.