Wakil Ketua MPR Minta Musibah Kebakaran Lapas Tangerang Tidak Dipolitisasi

MONITORDAY.COM - Akibat peristiwa kebakaran Lapas Kelas I Tangerang yang terjadi pada Rabu (8/9/2021) dini hari, Sejumlah pihak mendesak Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mundur dari jabatannya. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah meminta agar musibah ini tidak dipolitisasi.
"Musibah ini hendaknya tidak dijadikan isu politik oleh pihak-pihak tertentu misalnya dengan meminta Menkumham mundur. Ini bencana non-alam. Apakah dengan mundurnya Menkumham lalu semua masalah di lingkungan Lapas yang sudah berlarut-larut sejak puluhan tahun lalu akan dapat terselesaikan?," kata Basarah dalam keterangan yang diterima redaksi, Jumat (10/9/2021).
Menurut dia, dugaan sementara musibah ini terjadi akibat arus pendek listrik. Terlebih bangunan yang terbakar itu sudah tua, sehingga instalasi listriknya belum pernah dibenahi sejak lapas itu berdiri 1972.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini menyebutkan, dari sejumlah informasi diketahui Lapas Kelas I Tangerang yang terbakar itu melebihi kapasitas hingga 400 persen. Adapun jumlah penghuninya mencapai 2.072 orang, sedangkan jumlah seharusnya maksimum 600 orang.
"Berdasarkan fakta-fakta sementara itu, wajar jika banyak korban tewas atau terluka. Berlebihan dan tidak elok jika kasus ini dijadikan komoditas politik praktis untuk mengganti jabatan menkumham," jelas Basarah.
Di sisi lainnya, Basarah mengapresiasi langkah cepat Yasonna Laoly yang telah menyantuni keluarga korban dengan memberi santunan Rp 30 juta kepada keluarga korban meninggal serta merawat baik-baik semua korban luka berat dan ringan. Selain itu, ia membentuk lima tim khusus untuk menangani musibah ini secara intensif.
Lalu, ia menegaskan agar musibah yang sama tidak terjadi lagi, Kementerian Keuangan harus mengalokasikan anggaran untuk merevitalisasi lapas di Tangerang dan semua lapas di Tanah Air. Apabila kebijakan ini tidak segera dilakukan, maka musibah yang sama sangat mungkin terjadi di banyak lapas di dalam negri.
"Musibah ini hendaknya dijadikan pelajaran berharga oleh para praktisi dan penegak hukum bahwa terkait narapidana pengguna narkoba, sebaiknya mereka direhabilitasi saja dan tidak menjalani hukuman penjara," sebutnya.
"Tapi ini berlaku untuk para pengguna saja, bukan untuk pengedar apalagi bandar narkoba. Mereka kalau perlu dihukum seberat mungkin," sambung Basarah.
Dia mengusulkan apa yang disebut restorative justice atau keadilan restoratif. Hal ini merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana dalam mekanisme tata cara peradilan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau keluarga korban, serta pihak lain yang terkait.
"Mereka bisa duduk bersama membuat kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat. Intinya, prinsip dasar keadilan restoratif terlaksana," terang Basarah.
Basarah berpendapat, dengan keadilan restoratif ini, pihak korban tidak dirugikan karena sebagai penerima ganti rugi, perdamaian, dan sisi baik kesepakatan-kesepakatan lainnya. Sedangkan pihak pelaku tetap dihukum misalnya dengan melakukan kerja sosial serta diberikan kesempatan untuk terlibat dalam pemulihan keadaan (restorasi) bagi korban.
"Dalam konteks ini, masyarakat juga jadi memiliki peran untuk melestarikan perdamaian, aparat penegak hukum memiliki fungsi sebagai penjaga ketertiban umum, dan sebagai konsekuensi berikutnya Lembaga pemasyarakatan tidak akan mengalami over kapasitas seperti yang terjadi selama ini," pungkas Basarah.
Sekedar informasi, penerapan restorative justice ini sebenarnya sudah tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice di Lingkungan Peradilan Umum, ditandatangani oleh Dirjen Badan Peradilan Umum Prim Haryadi, pada 22 Desember 2020. Meski demikian, penerapan surat keputusan ini belum maksimal diterapkan.