Bang Idin, Jawara Lingkungan Kali Pesanggrahan

Sosoknya bersahaja. Konsistensinya pada isu lingkungan layak diapresiasi. Banyak yang ingat pada tokoh ini manakala banjir menerjang ibukota.

Bang Idin, Jawara Lingkungan Kali Pesanggrahan
foto : dok. Faisal Ma'arif

MONDAYREVIEW, Jakarta - Angin bertiup semilir, udara amat sejuk terasa, sementara jernih air sungai mengalir dengan lancar seakan tanpa hambatan. Kesan pertama itu, membuat orang tidak akan menyangka kalau itu sungai di daerah Jakarta.

Di siang hari, meski cuaca terik, udara tetap sejuk dan masih terdengar kicau burung-burung kecil yang sedang bermain diantara dahan pepohonan. Dedaunan yang lebat mampu menahan terik senar mentari dan menjadi filter udara alami. Bagai oasis di tengah padang gersang.  

Adalah kerja keras Bang Idin, Seorang Jawara Betawi yang membuat lingkungannya itu kini sangat bersahabat. Selama 15 tahun dia menghijaukan Bantaran Kali Pesanggrahan, yang terletak di daerah Jakarta Selatan. 

Berawal dari keresahan melihat lingkungan sekitarnya, yang dianggapnya telah rusak karena sampah dan tidak adanya pepohonan yang tumbuh di sekitar itu. Bang Idin memulai dengan niat yang kuat. Menjadi kebahagiaan tersendiri bisa menyingsingkan lengan untuk mengembalikan bantaran kali menjadi hijau kembali.  

“Saya pengen tahu, kenapa kali jadi begini, kenapa enggak ada lagi pepohonan, kenapa ga ada suara burung nyanyi”, ujar Idin. Mungkin semua orang juga merindukan hal yang sama. Namun, jarang yang punya optimisme dan mewujudkannya dengan karya nyata nyata seperti Bang Idin.

Burung-burung saat itu seakan mengamini perkataan Idin. “Nah gitu tuh ngedenger suara burung kaya gitu, kan enak itu.” sambarnya. Banyak orang mungkin memilih memelihara burung dalam sangkar. Namun, bagi Bang Idin, suara kicau burung di alam bebaslah yang paling merdu.

Baginya, pembangunan seharusnya bukanlah masalah bagus, mewah ataupun nampak wah terlihat oleh mata. Tapi juga harus dipikirkan jangan sampai berdampak tidak baik terhadap lingkungan.
  
“Namanya pembangunan itu bukan hanya wahnya saja keliatan, tapi punya nilai kehancuran.” Ungkapnya.

Atas keprihatinan itulah Idin tergerak hatinya untuk bisa mengembalikan lingkungan tempat tinggalnya itu seperti dulu ketika Dia masih kecil.

Awalnya Idin melakukan apa saja yang dia bisa, yaitu memunguti sampah-sampah dari sungai dan membersihkan areal sekitar bantaran kali Pesanggrahan.

Pada masa awal-awal perjuangannya inilah sang Jawara mendapatkan cobaan yang berat. Selain berat karena pekerjaan itu seakan mustahil karena harus membersihkan gunungan sampah, juga berat karena mendapat tanggapan negatif dari masyarakat sekitar. 

“enggak ada yang mau, dulu siapa yang mau, dianggap gila, dianggap sinting, enggak punya kerjaan." tukasnya.

Bahkan Dia sempat dianggap sedang melakukan ritual ilmu hitam. "Jangan-jangan si Idin tuh, dia lagi gila itu ngilmu item, lah mainnya di kali mulu.” tambahnya.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, hasil memang sejalan dengan usahanya yang tidak lelah membersihkan sungai, dan menanami areal seluas 120 hektare itu dengan pepohonan.

Kini, setelah 15 tahun berlalu, Kali Pesanggrahan seakan menjadi penyangga udara dari gempuran hiruk-pikuk polusi Jakarta. Kerja keras Idin kini berbuah manis, sungai jernih mengalir, dan kini buah tanamannya bisa dinikmati.

Hingga kini, Idin terus menjaga kali pesanggrahan dari tangan yang tidak bertanggung jawab. Tak jarang Idin harus menegur dengan keras.

Usaha Idin tidak sampai di situ, dia juga membentuk kelompok tani yang dinamainya 'Sangga Buana', yang salah satunya yaitu sebagai tempat pengolahan sampah. Jadi endapan sampah yang ada  d diolah ditempat itu untuk dijadikan pupuk bernilai ekonomis.

Selai itu, sang Jawara juga mengajarkan warga dalam kelompok tani tersebut untuk berternak dan bercocok tanam secara organik. Melalui kelompok ini, Idin berbagi rezeki dan ilmu yag dimiliki. 

Usahanya tersebut membantu juga warga di lingkungannya secara ekonomis. Karena dari hasil pengolahan sampah dan bercocok tanam organik itu bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk keperluan sehari-hari.

Kerja keras Idin tersebut, membuat pemerintah pada tahun 1998 memberinya suatu penghargaan Kalpataru. untuk kategori perintis lingkungan. Sebuah penghargaan yang sebenarnya tidak seberapa dibanding kerja kerasnya selama puluhan tahun membenahi bantaran Kali Pesanggrahan.

Idin menganggap, harusnya Jawara itu seperti dia yang peduli dengan lingkungan sekitar, baik gunung, sungai, ataupun pepohonan. Bukan malah membuat orang susah.

“Tapi kesannya Sang Jawara kan bukan nyusain orang, kesannya gua bagaimana bersiin kali, bagaimana bantaran kali, dari gunung, sungai, tanemin pohon, kesannya gua bisa ratusan orang bisa nilai kehidupan, peternakan, sampah jadi rejeki. Sampah aja sebetulya sampah adalah harta, begitu. Kesan jawara tuh begitu." Tandasnya.

Hingga kini Idin berpegang pada motto 'Alam bukan warisan orang tua, alam justru titipan bagi anak cucu’. Hal itu yang ia selalu katakan kepada orang yang tidak bertanggung jawab merusak lingkungan.

Jakarta butuh orang-orang seperti dia, di tengah masalah banjir dan permasalahan lingkungan lain yang hingga kini pemerintah harus bekerja keras dan menggandeng semua fihak untuk mengatasinya.