Wacana Dwi Fungsi TNI Dinilai Ciderai Proses Transisi Demokrasi
Wacana diterapkannya kembali Dwi Fungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai telah menciderai proses transisi demokrasi. Hal ini dikatakan menanggapi wacana ditempatkannya perwira tinggi dan menengah TNI untuk mengisi jabatan sipil pemerintahan.

MONITORDAY.COM - Wacana diterapkannya kembali Dwi Fungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai telah menciderai proses transisi demokrasi. Hal ini dikatakan menanggapi wacana ditempatkannya perwira tinggi dan menengah TNI untuk mengisi jabatan sipil pemerintahan.
"Mengajukan dwi fungsi TNI ditengah bangsa Indonesia sedang mengalami transisi Demokrasi sama saja membangkitkan hantu di siang bolong," kata Wasekjen Organisasi Indonesia Baru, Andi Tenri Ajeng, dalam siaran persnya, Kamis (28/2).
Menurut Andi, sejarah panjang Dwi fungsi ABRI seharusnya sudah cukup untuk menyadarkan semua pihak untuk terus berupaya menyelenggarakan pemeritahan yang lebih demokratis.
"Dwi Fungsi ABRI telah menyisakan banyak peristiwa di zaman Orde baru, yang pada setiap peristiwa telah memacu bangsa Indonesia untuk berubah menciptakan tataran Pemerintahan yang menjalankan pemerintahan secara manusiawi," ungkapnya.
Padahal, kata Andi, setelah menghadapi watak pemerintahan yang seperti itu, untuk mencapai pada titik Reformasi butuh waktu panjang dan bahkan hampir setengah abad lamanya.
"Sehingga sangat tidak Jarang kita menemui masyarakat yang trauma dengan sistim Dwi Fungsi ABRI yang pernah ada," tutur Andi, yang juga selaku Pakar Anies-Sandi bidang Konflik dan Hubungan Antar Golongan, pada Pilkada DKI 2017 ini.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai yang pertama kali mengungkapkan wacana tersebut pada bulan Januari lalu mengatakan, penempatan Perwira di kementerian dan lembaga diharapkan bisa mengatasi masalah banyaknya perwira tinggi dan menengah TNI yang menganggur.
Selain itu, perlunya tenaga ahli dan berpengalaman di beberapa bidang seperti kelautan dan kemaritiman menjadi alasan lain mencuatnya wacana tersebut.
Menurut Andi, alasan tersebut tidak masuk akal, lantaran menurutnya pemerintah bisa dengan mudah mencari staf ahli di bidang tertentu tanpa perlu lagi menarik orang dari kalangan militer.
"Kami pikir, Kita punya banyak tenaga yang mampu melahirkan tenaga Ahli yang di butuh dalam berbagai bidang. Tanpa Harus menarik-narik TNI secara organisasi kedalam kepentingan sempit yang dapat mengurangi profesionalan TNI," tuturnya.
Karena itu, Andi pun menolak dan mengecam jika wacana tersebut terua digulirkan apalagi sampai direalisasikan. "Kami dari Indonesia Muda menyayangkan dan Mengutuk kalangan yang mencoba menciderai proses transisi Demokrasi berbangsa, dengan mencoba kita ke masa lalu dengan sistim yang sama," tegasnya.