Usai Merger, BRI Syariah Diprediksi Pindah dari Pasar Modal
PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) berpotensi pindah dari Bursa Efek Indonesia (BEI) usai melakukan merger dengan dua bank syariah BUMN lain, yakni PT Bank BNI Syariah (BNIS) dan PT Bank Syariah Mandiri (BMS).

MONITORDAY.COM - Ellen May Institute menilai PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) berpotensi pindah dari Bursa Efek Indonesia (BEI) usai melakukan merger dengan dua bank syariah BUMN lain, yakni PT Bank BNI Syariah (BNIS) dan PT Bank Syariah Mandiri (BMS).
Ellen May, analis saham, menyebut dari komposisi kepemilikan yang ada setelah merger, komposisi kepemilikan publik hanya sebesar 4,4 persen saja.
Sedangkan, dalam regulasinya, proporsi kepemilikan masyarakat di suatu saham terbuka minimal sebesar 7,5 persen.
Ellen menilai opsi yang dipilih dalam proses penggabungan entitas anak bank BUMN itu adalah Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias Rights Issue.
Komposisi dari kepemilikan saham BRIS akan didominasi oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, yaitu sebesar 51,2 persen dengan kepemilikan 20,9 miliar saham atau setara dengan Rp10,45 triliun.
Diikuti oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, yakni 25 persen kepemilikan atau 10,22 miliar saham. Diperkirakan, BNI akan mengucurkan Rp5,11 triliun dalam pembelian tersebut.
Sedangkan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyatakan akan membeli 7,09 miliar saham yang setara dengan Rp3,54 triliun atau 17,4 persen kepemilikan.
Sisanya, atau 4,4 persen dipegang oleh publik dengan nilai kepemilikan sebesar Rp897,2 miliar atau 1,79 miliar saham.
"Melihat komposisi kepemilikan tersebut, BRIS berpotensi keluar dari BEI. Hal ini karena proporsi kepemilikan masyarakat 4,4 persen atau di bawah ketentuan BEI 7,5 persen untuk tetap listing. Sebelum merger, proporsi masyarakat sebesar 18,47 persen," jelasnya seperti dikutip dari risetnya, Rabu (21/10/2020).
Lebih lanjut ia menyebut setelah merger, BRIS akan memiliki total aset senilai Rp214,7 triliun dengan Bank Mandiri Syariah memiliki aset tertinggi, yaitu Rp114,4 triliun.
"Setelah merger, total utang bank syariah yang merger senilai Rp 52,3 triliun," lanjutnya.
Diketahui, merger dilakukan karena pemerintah melihat tingkat penetrasi aset syariah masih rendah, yaitu 8 persen dibandingkan dengan aset perbankan secara umum.