Usai Hadiri COP26, Pemimpin Dunia Bertekad Akhiri Deforestrasi di 2030

Usai Hadiri COP26, Pemimpin Dunia Bertekad Akhiri Deforestrasi di 2030
COP26 (Dok: Istimewa)

MONITORDAY.COM - Lebih dari 100 pemimpin dunia telah berjanji untuk mengakhiri deforestasi pada tahun 2030, dalam kesepakatan pertama KTT iklim COP26.

Brasil, menjadi sorotan di mana bentangan hutan hujan Amazon telah terjadi pengrusakan hutan yang masif. Untuk itu, Pemerintah Negeri Samba ini juga ikut menandatangani ikrar bersama pada hari Selasa (2/11/2021).

Janji tersebut juga diikuti dengan pengumpulan dana £14 miliar ($19,2 miliar) dari publik dan swasta untuk mendukung proyek deforestrasi tersebut.

Kendati demikian, Para ahli mengingatkan Brasil agar mengacu pada ikrar 2014 silam, yang tampaknya gagal memenuhi janjinya. Brasil pun diimbau untuk lebih berkomitmen dan mau mewujudkan ikrarnya lagi.

Apa yang terjadi di Amazon adalah contoh nyata, dimana penebangan pohon telah menyebabkan perubahan iklim yang menyerap sejumlah besar gas CO2 .

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang menjadi tuan rumah pertemuan global di Glasgow, mengatakan jumlah pemimpin dunia yang berikrar kini lebih banyak, sekitar 110 kepala negara yang juga berkomitmen untuk menyukseskan langkah besar 2030.

"Kita harus menghentikan perusakan hutan dan mengakhiri peran manusia sebagai penakluk alam, dan berupaya menjadi pemelihara alam".ungkap Johnson.

KTT dua minggu di Glasgow dipandang penting jika perubahan iklim ingin dikendalikan.

Negara-negara yang telah menandatangani janji tersebut - termasuk Kanada, Brasil, Rusia, Cina, Indonesia, Republik Demokratik Kongo, AS, Inggris dll bersepakat untuk merealisasikan  prookol Glasgow.

Sebagian dari dana akan diberikan ke negara-negara berkembang untuk memulihkan lahan yang rusak, mengatasi kebakaran hutan dan mendukung masyarakat adat.

Pemerintah dari 28 negara juga berkomitmen untuk menghapus deforestasi dari perdagangan global makanan dan produk pertanian lainnya seperti minyak sawit, kedelai, dan kakao.

Lebih dari 30 perusahaan keuangan terbesar di dunia - termasuk Aviva, Schroders dan Axa - juga telah berjanji untuk mengakhiri investasi dalam kegiatan yang terkait dengan deforestasi.

Dan dana £1.1bn akan dibentuk untuk melindungi hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia - di Cekungan Kongo.

Ekspansi industri perkebunan kelapa sawit mulai marak di benua Afrika, setelah selama ini kuat menancapkan kuku mereka di Indonesia dan Malaysia. 

Namun seiring dengan hal itu, ekspansi kelapa sawit ini membawa kekhawatiran baru di benua hitam tersebut. Terutama terkait dengan masalah deforestasi dan konflik sosial yang ditimbulkan akibat perkebunan kelapa sawit ini.

Sebuah laporan yang baru dirilis oleh The Rainforest Foundation UK (RFUK), berjudul The Seeds of Destruction, menyebutkan bahwa sebuah perkebunan sawit baru akan dibuka di hutan tropis di kawasan cekungan Kongo seluas setengah juta hektar, atau hampir seluas negara bagian Delaware di Amerika Serikat. 

Namun belajar dari berbagai kasus yang sudah terjadi di Asia Tenggara, laju perkembangan perkebunan kelapa sawit ini berpotensi membawa bencana bagi hutan, satwa liar dan warga setempat.

“Pemerintah di negara-negara di cekungan Kongo nampaknya sangat mudah menyerahkan hutan tropis mereka untuk diubah menjadi perkebunan kelapa sawit dengan perhatian yang sangat kecil atau bahkan tidak ada samasekali terhadap dampaknya terhadap lingkungan atau orang-orang yang selama ini hidup tergantung dengan hutan,” ungkap Simon Counsell, Direktur Eksekutif The Rainforest Foundation UK.