UMKM di Era Disrupsi

MONITORDAY.COM - Peran pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam memajukan perekonomian nasional sepertinya tidak diragukan lagi. Penyebaran UMKM di negeri ini pun cukup luas dan menguasai sekitar 99 persen aktivitas bisnis.
Hingga saat ini, sektor UMKM telah menyerap sekitar 89,2 persen total tenaga kerja nasional dan menyumbang 60,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Jadi, UMKM juga berperan penting dalam menyelamatkan masyarakat dari pengangguran dan kemiskinan. Terlebih, kala perekonomian dihantam krisis, UMKM malah tampil sebagai penyelamat.
Namun, penyebaran Covid-19 yang tak terbendung menghambat roda perekonomian negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia. UMKM merupakan salah satu sektor yang mengalami tekanan hebat akibat pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 banyak membuat pelaku UMKM mengalami penurunan penjualan, distribusi terhambat, kesulitan bahan baku, sulit mengakses permodalan, dan produksi menurun.
Menurut data Bank Indonesia (BI) 2021, sebanyak 87,5 persen UMKM di Indonesia terdampak pandemi Covid-19. Selanjutnya, sebanyak 93,2 persen UMKM terdampak pada sisi penjualan yang menurun.
Selain itu, pandemi Covid-19 juga menghantam ke seluruh sektor kehidupan, termasuk sektor ekonomi. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dalam mempercepat memutus rantai penyebaran Covid-19. Dalam hal ini, pemerintah terus berkomitmen untuk menangani pelbagai krisis akibat pandemi.
Anggaran penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional mencapai Rp 744,77 triliun. Anggaran tersebut salah satunya digunakan untuk program vaksinasi, bantuan sosial untuk masyarakat miskin, mendukung UMKM dan dunia usaha.
Selama masa pandemi, UMKM juga perlu mendapatkan dukungan yang lebih komprehensif seperti mendorong digitalisasi UMKM.
Oleh karena itu, UMKM yang mampu beradptasi dan mengadopsi teknologi digital, maka tetap beroperasi walaupun terbentur dengan pemberlakuan PSBB atau PPKM.
Berdasarkan Studi McKinsey, Indonesia mampu mendorong sebanyak 168.000 UMKM untuk scale-up dari skala mikro dan kecil ke skala medium dengan adopsi teknologi digital, sehingga akan berpotensi memperoleh tambahan pertumbuhan PDB USD140 miliar dan 26 juta lapangan pekerjaan di 2030.
Maka dari itu, sebagai mendorong ekonomi Indonesia, UMKM perlu memanfaatkan teknologi digital supaya dapat meningkatkan daya saing dan membantu pemulihan ekonomi di era kenormalan baru akibat pandemi.
Setidaknya, ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar transformasi UMKM benar-benar membuahkan hasil. Pertama, meningkatkan pelatihan dan literasi dalam pemanfaatan teknologi digital, terutama bagi masyarakat dan pelaku usaha yang selama ini belum terbiasa dengan layanan internet.
Seperti yang dikatakan Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Eddy Satriya, UMKM yang sudah masuk ke ekosistem digital dan terkoneksi dengan platform baru sekitar 13 persen. Dari 63 juta usaha mikro baru sekitar 8 juta pelaku UMKM yang terhubung dengan platform digital. Lalu, sisanya masih menggunakan penjualan konvensional.
Kedua, perluasan dan percepatan pembangunan infrastruktur jaringan internet. Upaya ini juga sangat mendesak agar seluruh UMKM dapat masuk dan memanfaatkan internet secara maksimal.
Ketiga, sinergi antara pemerintah, media dan stakeholder. Kolaborasi ini penting agar program pelaksanaan transformasi digital berjalan dengan baik sesuai yang direncanakan.
Apabila seluruh UMKM mampu memanfaatkan teknologi digital maka produktivitas akan meningkat dan pemasaran produk UMKM juga menjadi lebih luas.
Sedangkan jika tawaran di atas dapat diimplementasikan dengan baik, maka perekonomian Indonesia akan segera bangkit usai terseok-seok akibat pandemi. Disisi lainnya, pemerintah perlu terus mendukung keberlangsungan UMKM dan dunia usaha. Dengan dukungan terhadap pengembangan sektor UMKM akan berimplikasi terhadap kemajuan dan pemulihan perekonomi di masa mendatang.