Tingkat Penyalahgunaan Narkoba Meningkat, Wasekjen Artipena: Narkoba Jadi Momok di Masyarakat

Maraknya pengguna narkoba dipicu dari adanya suatu masalah, rasa ingin mencoba.

Tingkat Penyalahgunaan Narkoba Meningkat, Wasekjen Artipena: Narkoba Jadi Momok di Masyarakat
Wakil Sekretaris Jendral  ARTIPENA (Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba), SFD Arie Wibowo menjelaskan bahaya narkoba ke mahasiswi LSPR Jakarta

MONITORDAY.COM - Wakil Sekretaris Jendral  ARTIPENA (Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba), SFD Arie Wibowo mengatakan narkoba menjadi “momok” tersendiri di kalangan masyarakat.

Menurutnya, maraknya pengguna narkoba dipicu dari adanya suatu masalah, rasa ingin mencoba, mengikuti gaya hidup teman yang telah menggunakan. Dan akhirnya dia sendiri terjerumus, kecanduan dan sulit untuk sembuh.

“Aku punya teman namanya Louis seorang mantan pekerja di dunia perhumasan dan anggota Tebet Akustik, dia jelasin bahwa candu diawali dengan ingin coba-coba, sense of curiosity-nya tinggi bangat dan mengaku bahwa  menggunakan narkoba bisa buat lebih pede, lebih gaul,” Ujar Arie yang juga Humas Kalbis Institute kepada Monitorday.com, Ahad (03/11/2019).

Arie lebih lanjut membeberkan, bahwa narkoba bisa digunakan semua lapisan masyarakat. Terlebih saat ini, penggunaan narkoba di kalangan anak muda sudah sangat memprihatinkan. Apalagi, lanjutnya, dengan munculnya jenis narkotika yang lebih berbahaya yaitu flakka. Dan itu disukai kelas bawah karena harganya yang terjangkau yaitu sekitar Rp 45.000 (US$ 3-5) per dosisnya. 

“Jika biasanya efek menggunakan narkoba adalah rileks, merasa bahagia dan berhalusinasi. Berbeda dengan flakka yang menyebabkan penggunanya menjadi layaknya zombie, lebih agresif, marah, dan bahkan sampai melukai diri sendiri. Dan secara perlahan-lahan flakka akan menghancurkan jaringan otak. Jadi, secara tidak langsung  narkotika tidak memandang kelas ekonomi para penggunanya. Saat ini, seluruh masyarakat dapat terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkotika,” beber Arie.

Peredaran narkoba menurut Arie, tidak hanya di kota besar, namun sampai kota kecil dan pelosok desa. Mirisnya setiap lapisan masyarakat berpotensi menjadi bagian dari rantai nilai bisnis penyalahgunaan narkotika. Dimulai dari lingkungan individu setiap lapisan masyarakat. Bisa dilihat dari segi penduduk masyarakat pedesaan dan petani menanam dan memasok tanaman bahan baku narkoba. Pengusaha di bidang farmasi dan kimia menyalahgunakan izin untuk memproduksi dan mengedarkan narkoba. Segi distribusi, masyarakat pesisir dan pelabuhan melakukan penyelundupan.

Arie juga mengungkapkan realese data Artipena terbaru, mengestimasi jumlah penyalahgunaan narkotika dua tahun terakhir menurut tingkat ketergantungan narkotika sebagai berikut:

NO

JENIS PENGGUNA

JUMLAH PENYALAH GUNA

1

Coba pakai

1.908.318

2

Teratur pakai

920.100

3

Pecandu non suntik

489.198

4

Pecandu suntik

58.489

Jumlah penyalah guna usia 10 – 59 tahun

3.376.115


 “Dari data tersebut kita bisa tahu bahwa setiap tahunnya para pemakai narkoba akan semakin meningkat karena di  Indonesia sangat mudah untuk menyelundupkan dan menyebar narkotika. Dibutuhkan kepedulian dari seluruh lapisan masyarakat agar dapat menurunkan tingkat penyalahgunaan narkotika,” ungkap Arie.

Selan itu, Arie juga menyoroti keterlibatan masyarakat dalam peredaran Narkoba menunjukan bahwa tingkat karakter hedonisme dalam masyarakat semakin tinggi, memiliki anggapan bahwa narkoba adalah hal biasa. Parahnya,  Mereka hanya memikirkan kepentingannya sendiri tanpa memikirkan efek lain yang akan didapat oleh orang lain.

“Sebagai masyarakat modern yang peduli dengan lingkungan, sifat yang sudah menjalar ke masyarakat luas harus diberantas. Masyarakat hendaknya meningkatkan kepeduliannya terhadap sesama dan lingkungan disekitarnya demi keberlangsungan hidup bermasyarakat. Seorang penderita atau pengguna narkotika tidak akan lepas dari ketergantungannya jika ia tetap hidup dilingkungan yang memiliki tingkat hedonisme yang tinggi. Pengguna narkotika tidak hanya membutuhkan rehabilitasi dari pemerintah atau aparat hukum melainkan membutuhkan kepedulian masyarakat sekitar terutama keluarga dan orang-orang terdekatnya dalam proses penyembuhan terhadap ketergantungan obat-obat terlarang” Sorot Arie.

​​​​Jika kita mengetahui kalau teman, keluarga ataupun saudara kita menggunakan narkoba, sebaiknya jangan jauhi mereka. Kita harus bimbing mereka agar mereka bisa sembuh dan terbebas dari narkoba. Terus mengajak ke hal-hal yang positif.

“Jadi istilahnya kamu kayak ngingetin, kayak alarm nya deh, gitu,” masih kata Arie.

Arie mengakhiri pemamaparannya, bagi pengguna narkoba yang benar-benar berniat ingin berhenti dan lepas dari jeratan Narkoba, tentu banyak cara dan semua pihak wajib membantu dan jangan ikut menghukum mereka seolah-olah mereka adalah orang yang wajib dimusuhi.

“Sebaiknya kita itu harus bijak dalam menyikapi seorang pengguna narkoba. Beliau mengatakan orang zaman sekarang beranggapan bahwa pengguna narkoba itu identik dengan mereka yang terjerumus. Kita juga sebaiknya tidak menanganinya sendiri. Kalau kamu menangani sendiri, kamu belum tentu tahu bagaimana penanganannya. Tapi kalau kamu misalnya punya niatan untuk membantu, ya sudah kamu kasih ke tempat rehabilitasi.  Caranya gimana ? Lapor ke IPWL ( Instansi Penerima Wajib Lapor ).  Nah, IPWL itu nanti akan liat nih seperti apa perkembangannya dia. Ternyata harus di assosment, harus di rehab gitu, biasanya, So, Narkoba! Jangan coba-coba” tutup Arie.