Sumpah Pemuda, Proses Nation Building Yang Terus Tertanam

Sejarah Sumpah Pemuda 1928 dapat menjadi proses pembangunan kebangsaan (Nation Building) yang terus ditanamkan kepada anak bangsa.

Sumpah Pemuda, Proses Nation Building Yang Terus Tertanam

MONITORDAY.COM - Persatuan tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan muncul dari kinginan bersatu. Sejarah Sumpah Pemuda 1928 dapat menjadi proses pembangunan kebangsaan (Nation Building) yang terus ditanamkan kepad anak bangsa.

Perhelatan Sumpah Pemuda yang ke 92 tahun ini dirasakan berbeda dari perayaan sebelumnya. Hal ini terjadi lantaran pandemi yang belum sepenuhnya musnah.

Belum lagi dinamika bangsa yang mewarnai kehidupan bernegara akhir-akhir ini, seyogyanya memperkuat kebersamaan bukan sebaliknya. 

"Jangan terpancing dengan berbagai dinamika bangsa. Miliki sikap positif, itu modal utama berbangsa dan bernegara," ujar Wakil Duta Besar RI untuk Belanda, Fikry Cassidy di diskusi virtual Kopi Pahit dengan tema "Pemuda dan Masa Depan Bangsa", Minggu (1/11/2020).

Menurut Fikry, pemuda saat ini dihadapkan pada masifnya perkembangan  teknologi dan derasnya arus informasi. 

Tak dipungkiri, tendensi kehilangan jiwa nasionalisme dan tergerus budaya asing bisa saja terjadi. Karenanya,  pendidikan karakter menjadi modal utama agar berkarakter kuat, berpikir kritis, dan berintegritas.

Tentunya penanaman nilai-nilai nasionalisme dan pembangunan karakter yang kuat menjadi keharusan.

Momentum Sumpah Pemuda pada 28 Oktober tahun ini sejatinya menjadi pengingat agar memaknai Pancasila sebagai pilar pendidikan karakter bangsa. 

Pancasila menjadi landasan semangat pergerakan yang dilakukan oleh para pemuda-pemudi Indonesia terdahulu dan perjuangan harus dilanjutkan pemuda di era sekarang.

Jangan lupa akar bangsa karena di tangan pemudalah harapan bangsa kedepannya akan terwujud,yaitu bangsa yang menjunjung tinggi nilai nilai kemanusian yang adil dan beradab 

Pancasila juga mampu mendorong semangat generasi untuk lebih kreatif dan inovatif, serta mendukung generasi muda dalam membuat perubahan. KBRI di Den Haag melihat potensi Indonesia begitu besar. 

"Kita harus bersyukur ada 1300 etnik, 1508 bahasa daerah, 17.000 pulau. Bahkan kalau lautnya surut, bisa lebih dari itu.  Indonesia memang muslim tapi tidak meletakan dasar negara pada asas islam itu sendiri" ungkapnya.

Namun Founding Fathers yang kesemuanya Muslim memandang Indonesia ini sangat unik, terdiri dari berbagai suku dan bangsa. Bahkan ada pernyataan dari ahli bahwa Indonesia sebagai destiniasi agama dunia yang terakhir.

KBRI sejauh ini melakukan berbagai banyak agenda pengenalan budaya sebagai upaya penguatan nilai kebangsaan. 

"Kami selama ini melakukan banyak festival, namun semua terhenti karena pandemi belum meladai. Banyak diaspora di Belada yang melakukan berbagai event untuk memperkenalkan Indonesia. Bahkan generasi muda yang orang tuanya dulu berasal dari Indonesia pun sangat ingin mengetahui negeri asalnya. Meski mereka sudah lama berada di Belada, namun tidak melupakan negeri asalnya Indonesia," pungkasnya.