Soal Perombakan UU Kesejahteraan Lansia, DPR: Kita Harus Mendudukkan Orang Tua Pada Posisi Yang Bermartabat
Semestinya, sebagai warga negara, agama adalah salah satu sumber kebudayaannya, kita harus mendudukkan orang tua pada posisi yang bermartabat, yakni posisi yang tidak terpisahkan dari kesatuan masyarakat.

MONITORDAY.COM - Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf mengatakan, pihaknya akan merombak secara total Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia).
Dia menilai peraturan perundang-undangan yang lama kini sudah tidak relevan, sehingga membutuhkan konstruksi berpikir yang baru seiring dengan terjadinya disrupsi moral dalam masyarakat.
Menurut Bukhori, secara filosofis UU yang lama berangkat dari cara berpikir yang memosisikan lansia dari aspek residual, yaitu kelompok sosial yang membutuhkan belas kasih.
"Semestinya, sebagai warga negara, agama adalah salah satu sumber kebudayaannya, kita harus mendudukkan orang tua pada posisi yang bermartabat, yakni posisi yang tidak terpisahkan dari kesatuan masyarakat,” kata Bukhori dalam kunjungan Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI ke Pemerintah Kota Serang, Banten, dalam rangka menjaring aspirasi untuk melakukan perombakan RUU Lansia, Rabu (11/11).
Diketahui, RUU tentang Perubahan atas UU No. 13/1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan telah diusulkan oleh DPR RI sejak 17 Desember 2019 lalu.
Bukhori menambahkan, semangat yang dibawa dalam RUU itu seharusnya dalam rangka mendorong penyatuan antara kearifan budaya Indonesia, yaitu penghormatan kepada orang tua dengan fungsi pemerintah dalam menjamin kesejahteraan orang lanjut usia.
Menurut Bukhori, yang menjadi masalah segala pemenuhan hak lansia tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada tanggung jawab negara, karena APBN yang terbatas.
Meski demikian, secara proporsi jumlah lansia pada tahun 2045 diprediksi membentuk 20 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 300 juta jiwa penduduk, maka akan hanya ada sekitar 60 juta lansia.
Lebih lanjut, Bukhori mengungkapkan terdapat sekurang-kurangnya 17 hak lansia yang wajib dipenuhi sebagaimana yang telah diatur.
"Dengan demikian, bila tidak ada partisipasi aktif dari masyarakat, khususnya peran keluarga, upaya untuk merealisasikan kesejahteraan kelompok lansia dalam segala aspek yang relevan muskil terwujud,” sambungnya.
Selanjutnya, Bukhori menjelaskan, bahwa RUU Kesejahteraan Lansia harus mampu melegalkan dan melembagakan budaya menghormati dan perlakuan baik terhadap orang tua melalui dukungan secara proporsional antara masyarakat dan pemerintah.
Disisi lain, kata Bukhori,, pemerintah tidak lagi perlu membangun lebih banyak panti untuk lansia, namun panti-panti yang ada justru untuk mengakomodasi lansia yang telantar.
Terkait bagi lansia yang tidak telantar, Bukhori mengatakan, RUU ini akan mendorong penguatan peran keluarga dalam pemenuhan tanggung jawab mereka terhadap lansia yang berada di tengah-tengah mereka.
"Apakah kemudian pola dari pemenuhan tanggung jawab ini melalui pendekatan punishment (hukuman) atau pembinaan? Kami akan terus pertajam diskursus ini sehingga mencapai kesesuaian dengan apa yang dibutuhkan," ungkapnya.
Walaupun demikian, dari Fraksi PKS sebenarnya cenderung pada pendekatan pembinaan melalui model rekayasa sosial yang diatur secara sistematis.
Ia pun berharap undang-undang ini kelak merupakan ikhtiar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang ramah bagi lansia menjadi realistis.
Adapun, budaya untuk memperlakukan orang tua secara bermartabat akan memperoleh ruang yang lebih memadai dan sejalan dengan pedoman nilai agama dalam keadaban terhadap orang tua.
"Dalam Islam, mengenal konsep birrul walidain atau berbakti kepada orang tua. Oleh karena itu, RUU ini sesungguhnya senapas dengan anjuran agama yang memerintahkan kita untuk memuliakan kedudukan orang tua," pungkasnya.