Soal Penanganan Pandemi, Semua Pihak Diminta Rendah Hati Menilai Keadaan

MONITORDAY.COM - Pandemi Covid-19 telah memukul banyak sektor. Di masa ini, banyak pihak yang kena imbasnya, terutama pada bidang kesehatan dan ekonomi. Berbagai kebijakan yang diambil belum mampu membuat pandemi dapat terkendali. lantas apakah ini menunjukkan gagalnya seorang pemimpin negara?
Deputi Kampanye Publik Said Aqil Siroj Institute Endang Tirtana mengatakan bahwa kepemimpinan negara oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini justru telah mengupayakan yang terbaik untuk Indonesia agar bisa segera keluar dari masa sulit ini.
"Saya mengajak kita membayangkan kepemimpinan Jokowi dan Indonesia tanpa pandemi, lalu mari kita bayangkan Indonesia di masa pandemi tanpa Jokowi. Jawabannya tentulah Jokowi yang terbaik untuk Indonesia saat ini," kata Endang.
Hal itu dikatakan Endang dalam diskusi virtual Jaringan Islam Berkemajuan (JIB) bertajuk 'Benarkah Jokowi Gagal Pimpin Indonesia?', pada Senin (26/7/2021).
Endang menjelaskan, Jokowi dalam menangani pandemi ini telah mengkonsolidasikan semua kekuatan nasional. Salah satunya denga refocusing anggaran yang digunakan untuk mengatasi dan menangani Covid.
"Terobosan yang paling utama adalah mengamankan pasokan vaksin disaat negara lain masih berdebat soal vaksin mana yang paling tepat," kata Endang.
Endang menegaskan, tanpa pasokan vaksin, maka akan sulit mencapai kekebalan kelompok yang merupakan salah satu solusi dalam penanganan Covid-19.
"Itupun kita masih mengalami kekurangan vaksin. Bayangkan jika Jokowi tidak bergerak di awal Pandemi," kata Endang.
Endang menambahkan, adanya varian baru yang berdampak pada melonjaknya pasien Covid memang membuat tantangan semakin berat.
Hal ini yang kemudian seringkali membuat kebijkan yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan semua pihak karena setiap kebijkan memiliki dampak yang berbeda.
Karenanya, lanjut dia, wajar jika ada kenaikan ketidakpuasan dalam persepsi publik. Dan ini hampir dialami semua nagara di dunia.
"Hampir semua masyarakat dunia tidak puas dengan penanganan pandemi termasuk mempengaruhi persepsi publik soal pemimpin negara. Salah satu contoh kita lihat bagaimana krisis politik yang terjadi di Malaysia," jelas Endang.
Endang pun mengajak agar masyakat bersikap rendah hati dalam menilai keadaan. Karena memang permasalahan pandemi ini sangat kompleks.
"Mengkritik tentu boleh dan wajar, jika dalam konteks saling mengawasi saling mengingatkan. Tapi bukan mendorong rakyat turun ke jalan yang justru akan menyebabkan upaya-upaya penanganan pandemi gagal," kata dia.
Lagipula kata Endang, di luar pandemi, Jokowi telah menorehkan beberapa prestasi yang patut diapresiasi. Antara lain pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia, serta dapat menurunkan angka kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran.
Karena itu, Endang mengajak kepada semua pihak bertindak nyata untuk bersama-sama menghadapi pandemi. Khusus kepada Partai politik, harus bisa mendorong kadernya yang ada di legislatif dan eksekutif untuk memperkuat perannya dalam mendorong kebijakan-kebijakan yang tepat dalam penanganan covid.
"Bukan justru saling ejek, saling nyinyir apalagi mempolitisir keadaan. Mempolitisir dengan pernyataan-pernyataan pesimis seperti kita terancam negara gagal, MPR harus bersidang adili Jokowi, presiden terburuk sepanjang sejarah, angkat bendera putih dan lainnya," tegas Edang.
Senada dengan itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengatakan, saat ini belum waktunya mengambil penilaian terkait kinerja Presiden Jokowi.
"Saya kira harus menunggu dua atau tiga tahun lagi ketika Presiden Jokowi dan KH Ma'aruf Amin menyelesaikan periode keduanya," ujarnya.
Menurut Azra, yang bisa dilakukan saat ini adalah menyampaikan sejumlah indikator yang harus dibenahi Jokowi selama masa jabatan tersisa. Jika tidak dibenahi, maka Jokowi berpotensi meninggalkan warisan negatif.
"Indikator yang bisa mengarah pada kegagalan, tapi Jokowi masih punya kesempatan sekitar 2,5 atau 3 tahun lah untuk memperbaiki beberapa hal. yang bisa jadi negative legacy," kata Azra.