Security Crowdfunding Untuk Pembiayaan UMKM. Begini Penjelasannya!

MONITORDAY.COM - Usaha kolektif? Mengapa tidak! Apalagi bila ada usaha yang sudah berjalan dan memerlukan tambahan modal. Disamping pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya ada skema 'pembiayaan keroyokan' yang dapat menjadi alternatif tepat dengan berbagai latar belakang kondisi pengusaha dan orang-orang disekitarnya.
Crowdfunding adalah sebuah metode untuk meningkatkan modal melalui usaha kolektif yang berasal dari teman, keluarga, pelanggan, serta investor. Pendekatan ini memanfaatkan upaya kolektif sejumlah individu melalui basis internet dalam jaringan platform atau media sosial crowdfunding, sebagai alat jangkauan yang lebih besar.
Metode ini boleh dikata merupakan kebalikan dari pendekatan mainstream dalam dunia keuangan bisnis. Jadi, apabila Anda berniat untuk meningkatkan modal untuk memulai suatu bisnis atau meluncurkan produk baru, maka Anda perlu mengemas rencana bisnis, riset pasar, dan juga prototipe perusahaan atau produk Anda untuk dipresentasikan pada penyandang dana, baik itu indivudu maupun lembaga.
Sumber-sumber pendanaan ini bisa datang dari mana saja termasuk bank, investor, atau perusahaan modal. Dalam melakukan setiap pendekatan untuk mendapatkan modal usaha, Anda harus menunjukkan sebaik mungkin kapasitas serta kemampuan bisnis atau usaha Anda pada saat yang tepat. Jika momentum tersebut hilang atau terlewatkan, maka sumber dana Anda juga akan berlalu begitu saja.
Secara garis besar platform crowdfunding akan membantu Anda mendapatkan peluang yang lebih baik untuk menggaet investor yang tertarik dengan bisnis Anda dan ingin membantu mengembangkannya. Jadi, Anda tidak perlu lagi menghabiskan waktu berbulan-bulan hanya untuk mencari investor yang cocok dan melobi mereka untuk membantu Anda membangun bisnis.
Saat ini untuk memenuhi kebutuhan pendanaan jangka panjang bagi UMKM, telah hadir Securities Crowdfunding (SCF). SCF merupakan metode pengumpulan dana dengan skema patungan yang dilakukan oleh pemilik bisnis atau usaha untuk memulai atau mengembangkan bisnisnya. Nantinya investor bisa membeli dan mendapatkan kepemilikan melalui Saham, surat bukti kepemilikan utang (Obligasi), atau surat tanda kepemilikan bersama (Sukuk). Saham dari usaha tersebut diperoleh sesuai dengan persentase terhadap nilai besaran kontribusinya.
Dengan SCF, investor dan pihak yang membutuhkan dana dapat dengan mudah dipertemukan melalui suatu platform (sistem aplikasi berbasis teknologi informasi) secara online. Investor akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk dividen atau bagi hasil dari keuntungan usaha tersebut yang dibagikan secara periodik.
Bagi investor yang tertarik, sebenarnya tidak perlu merasa terlalu khawatir karena SCF telah memiliki payung hukum dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diatur dalam Peraturan OJK yakni POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Securities Crowdfunding).
Berdasarkan data OJK, 23 Desember 2020 terdapat beberapa penyelenggara Equity Crowdfunding yang sudah resmi mengantongi izin dari OJK diantaranya PT Santara Daya Inspiratama (Santara), PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare), PT Crowddana Teknologi Indonusa (CrowdDana) dan LandX. Perusahaan tersebut sedang dalam tahap perluasan izin usahanya sebagai platform SCF.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyatakan Security Crowdfunding (SCF) merupakan layanan urun dana yang hadir sebagai salah satu alternatif pembiayaan untuk membantu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia termasuk di Sulteng.
"Terutama di masa pandemi COVID-19 saat ini. Setidaknya ada lima keunggulan SCF, sehingga menjadi salah satu alternatif pembiayaan bagi pelaku UMKM di Provinsi Sulteng," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala OJK Sulteng Amirudin Muhidu, di Kota Palu, Sabtu malam.
Pertama, proses penerbitan efek lebih mudah. Konsep penawaran efek melalui SCF dikecualikan dari kewajiban untuk menyampaikan pernyataan pendaftaran sepanjang memenuhi tiga persyaratan, yaitu penawaran efek dilakukan melalui penyelenggara yang telah memperoleh izin dari OJK.
Berikutnya, penawaran efek dilakukan dalam kurun waktu 12 bulan dan total dana yang dihimpun paling banyak Rp10 miliar.
"Kedua, badan usaha tidak terbatas pada Perseroan Terbatas (PT). Badan usaha mencakup badan usaha Indonesia, baik berupa badan hukum maupun non badan hukum. Badan usaha berbadan hukum misalnya PT dan koperasi serta badan usaha lainnya, seperti Perseroan Komanditer (CV), firma, dan persekutuan perdata," ujarnya pula.
Menurutnya, semua itu menjadi insentif bagi UMKM yang mayoritas berbadan hukum non PT, sehingga diharapkan banyak UMKM yang mengakses pendanaan melalui SCF.
"Ketiga, efek tidak terbatas pada saham. SCF mencakup juga penerbitan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), dengan syarat antara lain memiliki underlying asset, tidak dapat diperdagangkan, dan memiliki jatuh tempo tidak lebih dari dua tahun," kata dia lagi.
Amirudin menerangkan bahwa itu juga merupakan peluang bagi UMKM industri halal yang dapat menerbitkan efek syariah berupa sukuk, dengan memastikan sukuk yang diterbitkan tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal.
Keempat, katanya pula, penghimpunan dana dapat bertahap. SCF memungkinkan pihak penerbit untuk melakukan penawaran bertahap dengan syarat menggunakan skema penerbitan EBUS dengan batasan penggalangan dana tetap Rp10 miliar per tahun.
"Kelima, diatur dan diawasi oleh OJK. Lingkup pengaturan mencakup kelembagaan, perizinan, dan kewajiban penyelenggara termasuk kewajiban, persyaratan, dan laporan penerbit," katanya pula.
Pihak penyelenggara maupun penerbit dapat saling bersinergi dalam memitigasi risiko, menerapkan tata kelola yang baik, serta memastikan aspek perlindungan konsumen.