Prof Haedar: Perkuat Integritas dan Moralitas Bangsa

Prof Haedar: Perkuat Integritas dan Moralitas Bangsa
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir

MONITORDAY.COM - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, menyampaikan pesan kepada warga Muhammadiyah dan masyarakat Indonesia pada umumnya tentang bagaimana 'Membangun Moralitas Bangsa' di tengah situasi kemelut bangsa saat ini.

Pesan yang disampaikan itu terdiri dari belasan poin yang mencakup berbagai hal, seperti sebuah jawaban dari pelbagai pertanyaan akan masa depan anak bangsa. Hal pertama yang diutarakan perihal kebenaran dan kebaikan yang hendaknya tidak ditukar dengan apapun, terlebih bersikap pragmatis.

Menurut Haedar, pilihan hidup yang oportunistik akan selalu membawa dampak buruk bagi individu di segala aspek. Ini bertentangan dengan apa yang ditekankan para pendiri banga. Nilai-nilai kebersamaan baik dari sisi kehidupan bebangsa, beragama, berbudaya merupakan hikmah kebijaksanaan sebagai mutiara termahal dalam politik kebangsaan.

Nilai-nilai itulah yang mestinya menjadi ‘state of mind’ atau pokok pikiran berbangsa. Nilai itu akan luntur jika seseorang lebih menonjolkan hasrat ingin dipuja-puji. Padahal, bagi alumnus S3 Universitas Gajah Mada itu persona seseorang akan terkubur jika tidak dilandasi integritas dan sikap yang amanah.

Lebih lanjut, Profesor Haeder Nashir mengaspirasikan keteladanan nilai menjadi sangat diperlukan, terutama bagi pemimpinnya. Sambil mengutip filosofi Ki Hadjar Dewantara, “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” sebagai pemandu akhlak moralitas. 

"Ketika ada peluang untuk menyimpang, korupsi, bahkan sistem bisa diakali, apakah kita punya keberanian moral untuk tidak korupsi, menyimpang, menyeleweng, dan kesewenang-wenangan. Itulah letak keluruhan moral," tegas Prof Haedar.

Di sisi lain, Prof Haedar mengungkapkan moral adalah sikap batin dan keyakinan orang. Bahwa di atas hukum masih ada ada moral, keluhuran, nurani, yang ada dalam bathin, jiwa yang perlu terus dipupuk. Moralitas, sesungguhnya abstrak. Namun akan bermakna bila implementasinya sejalan dengan tindakan sehari-hari.

Lantas, bagaimana moralitas bisa terinternalisasi dalam sistem? Pancasila sebagai landasan negara menyatakan nilai-nilai adiluhung itu perlu melembaga, bukan hanya sekadar slogan yang gagap diterapkan dalam satu bangunan sistem.

Indonesia, di masa mendatang akan memasuki fase 'The great disruption' tak semata karena teknologi, tetapi lahirkan situasi-situasi yang dampaknya besar, yakni ‘disrupsi sosial’, seperti melemahnya kohesi sosial, korupsi, serta manusia instrumental yang abai terhadap akal budi. Itu sebab, pendidikan akal budi, moralitas, haruslah tetap menjadi kekuatan membangun bangsa.  

Terakhir, Prof Haedar mengingatkan akal budi adalah bekal penting bagi kemajuan sebuah bangsa, kendati teknologi dan ilmu pengetahuan telah maju sedemikian pesat yang kemudian berkembang menjadi 'technosida', simulakra di balik layar yang hadirkan disorientasi sosial.

"Ada kearifan, dimana Iptek tak sekalipun boleh mereduksi kemanusiaan," pungkas Prof Haedar.