PPKM Nataru Ancam Sektor Pariwisata yang Mulai Bangkit

MONITORDAY.COM - Pemerintah telah memutuskan untuk menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 saat libur natal 2021 dan tahun baru 2022 (Nataru). Kebijakan ini diambil untuk mencegah penyebaran Covid-19, karena kerap terjadi lonjakan kasus setelah hari libur.
Kebijakan ini menjadi dilematis karena berpotensi memberi dampak negatif pada roda ekonomi, termasuk di dalamnya sektor pariwisata. Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, PPKM Level 3 bisa mengancam sektor pariwisata kembali menurun, setelah perlahan mulai naik.
"Okupansi hotel misalnya, yang berharap dari peak season natal tahun baru kemungkinan besar alami cancelation atau pembatalan dan perubahan jadwal. Banyak yang ingin merayakan tahun baru bersama keluarga, tapi wait and see dulu lihat perkembangan kebijakan,” kata Bhima, pada (19/11).
Seperti diketahui, sebelum adanya rencana PPKM level 3 saat Nataru, pemerintah juga sudah menghapus cuti bersama saat Nataru. Menurut Bhima, hal tentunya akan memengaruhi tingkat mobilisasi masyarakat, dan karenanya, diperkirakan di tahun ini sektor pariwisata masih akan terpuruk.
“Tentu yang berpikir menunda bepergian langsung meningkat drastis. Ditambah dengan pembatasan mobilitas yang lebih ketat hingga pemblokiran jalan, mungkin sektor pariwisata tahun ini masih terpuruk. Begitu juga dengan pendukung pariwisata seperti restoran, café, dan tempat hiburan mungkin belum akan terisi 70%,” paparnya.
Karena itu, Bima berharap, harus ada solusi agar sektor pariwisata dapat bernapas. Misalnya, pemerintah bisa memberikan berbagai bantuan. Dengan demikan, ada kompensasi finansial bagi pelaku usaha dan pekerja yang terdampak.
“Mungkin pemerintah punya tambahan stimulus BPUP (Bantuan Pemerintah bagi Usaha Pariwisata) dari Rp2 juta menjadi Rp4-5 juta, atau waktu pendaftaran diperpanjang hingga Januari 2022. Para pekerja di sektor pariwisata dan sektor transportasi sebaiknya mendapat alokasi lebih dari BSU (Bantuan Subsidi Upah) sehingga tidak kembali terjadi PHK massal,” kata Bhima.
Daerah-daerah yang menjadikan pariwisata sebagai nilai jualnya dalam hal ini terdampak lebih parah akibat adanya PPKM Nataru ini. Bali misalnya, banyak destinasi wisata yang ada di sana tentunya akan sangat terdampak akibat diberlakukan kebijakan ini.
Wakil Ketua Bidang Budaya Lingkungan dan Humas Badan Pengurus Daerah PHRI Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengungkapkan, kedatangan wisatawan ke daerah Bali saat ini per harinya kurang lebih 10.000. Memang dalam Nataru nanti, mereka mengharapkan jumlah kedatangan ini akan meningkat.
“Karena adanya pembatasan ini, mungkin akan ada peningkatan tetapi tidak sebanyak yang kita harapkan, barangkali akan bisa mencapai 15.000 per harinya,” ujarnya.
Suryawijaya menjelaskan, jika dilihat secara ekonomi, pada triwulan pertama Bali masih minus 9 persen. Di triwulan kedua membaik ke 2,8 persen. Kemudian di triwulan ketiga kembali mengalami penurunan, karena pada saat itu PPKM diberlakukan dan pelaku perjalanan melalui udara diwajibkan untuk menyertakan hasil negatif Covid-19 dengan tes PCR.
“Sekarang triwulan keempat, Oktober, November, Desember ini sudah naik. Aktivitas masyarakat meningkat, mobilitasnya meningkat dan ekonomi di Bali sudah mengalami pertumbuhan,” katanya.
Dengan adanya pemberlakuan PPKM level 3, tentu akan ada penurunan pada periode tersebut, tetapi dia optimis akan ada wisatawan yang berlibur walaupun dengan aturan yang ketat.
“Harapan saya bisa mencapai 15.000 per hari pada periode itu. Kita juga sadar dengan keinginan kita, karena itu kita juga melakukan prokes yang ketat khususnya di hotel, restoran, atau objek-objek wisata," ujarnya.
"PeduliLindungi sudah kita lakukan, kemudian vaksinasi terhadap insan yang bekerja di sektor pariwisata sudah dilakukan 100 persen. Maka dari itu, sebetulnya tidak terlalu ditakuti karena setiap hotel sudah ada manajemen yang mengatur sehingga tidak akan menjadi klaster baru,” kata Suryawijaya.