PP. Muhammadiyah dan PBNU Kompak Tolak Pajak Pendidikan

PP. Muhammadiyah dan PBNU Kompak Tolak Pajak Pendidikan
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj beserta rombongan bersantap malam di kantor Pusat Dakwah Pengurus Pusat Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Oktober 2018. TEMPO/Budiarti Utami Putri.

MONITORDAY.COM - Wacana revisi UU Perpajakan oleh pemerintah meresahkan banyak pihak. Hal ini disebabkan beredarnya isu bahwa sembako dan lembaga pendidikan akan dikenai pajak. Mengenai rencana diberlakukannya PPn bagi lembaga pendidikan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menolak wacana tersebut. Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia yang mempunyai ribuan lembaga pendidikan, akan sangat terpengaruh oleh kebijakan tersebut. 

"Inisiatif pemerintah dalam hal upaya meningkatkan pajak namun melalui cara peningkatan PPN pendidikan adalah tindakan yang tidak tepat, dan sebaiknya usulan ini dapat dicarikan formula lain yang lebih memungkinkan dan bijaksana," ujar Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini lewat keterangan tertulis yang dikutip pada Sabtu, 12 Juni 2021.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan pemerintah semestinya memberi reward atau penghargaan terhadap sektor pendidikan, bukan malah menindak dan membebani dengan pajak yang memberatkan. "Kebijakan PPN bidang pendidikan (PPN Pendidikan) jelas bertentangan dengan konstitusi dan tidak boleh diteruskan," ujar Haedar dikutip dari laman resmi muhammadiyah.or.id.

Jasa pendidikan sebelumnya tidak dikenai PPN tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai PPN.

Dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang KUP, jasa pendidikan dihapus dari daftar jasa yang tak terkena PPN. Artinya, jasa pendidikan akan segera dikenakan PPN jika revisi KUP diketok parlemen.