Politik Adalah Perkataan
Janganlah perkataan politikus menjadi divide et impera.

MONDAYREVIEW.COM – Terdapat pepatah “Mulutmu Harimaumu” – hal tersebut sangat kontekstual bagi politikus. Oleh karena itu politikus harus berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Kiranya pernyataan yang tidak melukai dan dapat menyulut bara permusuhan. Lanskap politik negeri ini tentu telah mengenal Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan tajam. Akhirnya pernyataan-pernyataan tersebut berbalik kepada diri sang politikus.
Kini tensi politik kembali dihangatkan melalui pidato Ketua Fraksi NasDem DPR, Victor Laiskodat di Kupang, NTT. Dalam penggalan pidatonya yang tersebar di media sosial, Victor diantaranya mengaitkan dengan peristiwa PKI 1965. Victor pun menuding empat partai politik yang berbeda pandangan dalam presidential threshold sebagai pendukung berdirinya khilafah di Indonesia.
Tentu apa yang dilakukan Victor kontraproduktif bagi perkembangan demokrasi di negeri ini. Bukankah dari perkataan dapat menggerakkan orang untuk melakukan tindakan? Terlebih jika perkataan dilontarkan oleh politikus yang telah berkecimpung dalam skala nasional. Perkataan di daerah konstituennya tersebut dapat menyiramkan bara konflik – ini pihak kami, ini pihak musuh. Hal tersebut tentu tidak sehat bagi keutuhan NKRI dan kehidupan Pancasila yang kita inginkan.
Janganlah perkataan politikus menjadi divide et impera. Jadilah sebagai solidarity maker. Bukankah negeri ini punya teladan pada diri Sukarno yang pidato-pidatonya turut membentuk dan membawa negeri ini menuju kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.