Polemik PPN Sembako, DPR Nilai Rencana Itu Bertentangan dengan Semangat Pemerintah

Polemik PPN Sembako, DPR Nilai Rencana Itu Bertentangan dengan Semangat Pemerintah
Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun/ Dok. DPR.

MONITORDAY.COM - Pemerintah berencana akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk komoditas sembako melalui Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Hal tersebut pun menimbulkan polemik, salah satu penolakan datang dari Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, dirinya menilai rencana itu bertentangan dengan semangat pemerintah yang fokus membantu masyarakat kecil.

Menurut dia, bahan pokok, sektor pendidikan, dan kesehatan tidak seharusnya dipajaki, karena ketiga sektor tersebut, memiliki peranan penting dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sebagai tujuan negara.

"Kalau beras dijadikan objek pajak dan dikenakan PPN, pengaruhnya pada kualitas pangan rakyat. Rakyat butuh pangan yang bagus agar kualitas kehidupan mereka juga baik," kata Misbakhun dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, sebagaimana dikutip, Minggu (13/6/2021).

Misbakhun menilai isi RUU KUP yang memuat rencana pengenaan PPN terhadap sektor pendidikan dan pangan justru membuktikan pemerintah, terutama Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati gagal membuat kebijakan yang merujuk pada amanat konstitusi.

Pasalnya, ujar Misbakhun, konsitusi mengamanatkan berbagai sektor yang harus dijaga dengan semangat gotong royong.

"Apakah Bu SMI (Sri Mulyani Indrawati) lelah mencintai negeri ini? Beliau tidak boleh lelah mencintai negara ini dengan cara membuat kebijakan yang terkoneksi pada tujuan kita bernegara di konstitusi," sebutnya.

Lebih lanjut, Misbakhun mengusulkan, Sri Mulyani memiliki solusi untuk menaikkan tax ratio dan penerimaan pajak tanpa harus menerapkan PPN pada sembako dan pendidikan.

Maka dari itu, Misbakhun meminta Sri Mulyani untuk segera menarik RUU KUP. "Tarik dan revisi, karena isi RUU KUP itu sangat tidak populer," ucapnya.

Saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Kamis (10/6/2021), Sri Mulyani menyebutkan, draf RUU KUP sudah dikirimkan ke DPR namun secara resmi belum dibacakan dalam Rapat Paripurna.

Dia pun heran dokumen pemerintah tersebut justru lebih dulu bocor ke publik. Bocornya tersebut diakuinya membuat situasi pemerintah dengan DPR agak kikuk, sebab para anggota dewan itu belum menerima draf resmi dokumen PPN atau draf RUU KUP.

"Oleh karena itu situasinya jadi agak kikuk karena ternyata kemudian dokumennya keluar, sehingga kami tidak dalam posisi untuk bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita yang keluar sepotong-sepotong," jelas Sri Mulyani.

Meski demikian, Menkeu pun membantah anggapan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan pemulihan ekonomi karena rencana pengenaan PPN pada sembako.

Bendahara negara ini menyampaikan, setiap kebijakan pajak yang diambil pemerintah, termasuk pengenaan PPN pada sembako akan mempertimbangkan situasi pandemi dan pemulihan ekonomi.

"Kemudian (rencana PPN sembako) di-blow up seolah-olah menjadi sesuatu yang bahkan tidak mempertimbangkan situasi hari ini. Padahal hari ini fokus kita itu memulihkan ekonomi," lanjut Sri Mulyani.

Ia menyatakan, pemulihan ekonomi menjadi tema utama pemerintah pada tahun ini dan tahun depan. Dengan demikian, hal-hal yang berdampak buruk pada pemulihan ekonomi tak mungkin dijalankan.