Permudah Akses BBM Bersubsidi Bagi Nelayan Kecil, Begini Rekomendasi KUSUKA

MONITORDAY.COM -Data SUSENAS menunjukkan bahwa lebih dari 90% nelayan Indonesia berada pada kategori nelayan kecil dengan 11,34% diantaranya hidup dibawa garis kemiskinan (SUSENAS, 2017). Lebih lanjut, mayoritas nelayan menghabiskan biaya produksinya sekitar 60 -70% untuk membeli bahan bakar minyak.
Oleh karena itu, Pasal 24 UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan mengamanatkan pemerintah untuk menyediakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) bagi nelayan dan harus dilaksanakan secara tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, tepat kualitas dan tepat jumlah.
Namun, fakta di lapangan menunjukan hal yang berbeda. Hasil pemetaan partisipatif yang dilakukan Koalisi KUSUKA dengan melibatkan kurang lebih 7,000 responden keluarga nelayan di 25 kabupaten/ kota menunjukkan bahwa sekitar 82% nelayan kecil tidak memiliki akses terhadap program BBM bersubsidi.
Hal ini diantaranya dikarenakan kerumitan pengurusan persyaratan administrasi, kesulitan akses terhadap stasiun pengisian bahan bakar dan ketidaktahuan mereka atas program solar bersubsidi. Sebanyak 93,2% responden menyatakan tidak memiliki akses terhadap surat rekomendasi sebagai persyaratan utama dalam membeli BBM bersubsidi.
Pada beberapa daerah yang memiliki SPDN, permasalahannya adalah nelayan keci ltidak memiliki informasi terkait kuota disetiap stasiun pengisian bahan bakar. Hal ini berakibat nelayan kecil kalah bersaing dengan para penjual eceran dan nelayan dengan kapal besar. Hasil pemetaan partisipasi menunjukkan pula bahwa hanya 5,5 % nelayan kecil membeli BBM di SPDN dan sebesar 83.2% nelayan lebih memilih membeli BBM di penjual eceran dengan harga non-subsidi (normal).
Kajian yang dilakukan oleh Koalisi KUSUKA memperlihatkan bahwa anggaran subsidi BBM Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) minyak solar di 5 sektor (usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi & pelayanan umum) dapat dinyatakan kredibel mengingat rerata realisasinya sekitar 97% setiap tahunnya selama 2016- 2020.
Namun jika dilihat lebih rinci, anggaran subsidi BBM untuk usaha perikanan bisa dinyatakan tidak kredible mengingat rerata realisasinya hanya sekitar 26% pada periode yang sama. Menurut data BPH Migas (BPH Migas, 2020), realisasi penyaluran BBM JBT Minyak Solar pada tahun 2018 untuk usaha perikanan mencapai 494.539 KL atau 25.61% dari kuota (1.931.155 KL). Sementara itu, pada tahun 2020 mencapai sebesar 530.000 KL atau 26% dari kuota (1.921.155 KL) dan di tahun 2021 sebesar 2.300.000 KL.
Rendahnya kredibilitas anggaran subsidi BBM JBT minyak solar untuk usaha perikanan tersebut diantaranya terjadi karena lemahnya akurasi data nelayan, khususnya nelayan kecil dan tradisional yang berdampak pada rendahnya serapan BBM bersubsidi di sektor tesebut. Hasil survei Koalisi KUSUKA pada 2021 menunjukkan bahwa sekitar 69,84% responden nelayan tidak memiliki kartu KUSUKA/Nelayan.
Selain itu sebanyak 74% nelayan tidak memiliki pas kecil dan 87% nelayan tidak memiliki Bukti Pencatatan Kapal Perikanan/ Tanda Daftar Kapal Perikanan. Hal ini berdampak pada perencanaan kebutuhan (kuota) dan anggaran BBM Subsidi JBT di sektor perikanan tidak mencerminkan kenyataan.
Selama ini alokasi kuota BBM bersubsidi untuk sektor perikanan setiap tahunnya adalah sebesar 1,9 KL dari total kebutuhan 4,5 juta KL atau sebanding dengan Rp. 2,2 Triliun (jika asumsi besaran subsidi sebesar Rp.500/ liter).
Potret serupa terlihat dari keberpihakan anggaran pemerintah daerah terhadap sektor Kelautan Perikanan (KP). Kajian yang dilakukan Koalisi di 10 kabupaten/ kota di 4 provinsi menunjukkan alokasi belanja daerah untuk sektor KP masih relatif kecil.
Pada tahun 2021, rata-rata alokasi belanja daerah untuk sektor KP di tingkat provinsi hanya sekitar 0,67% dari total belanja daerah. Sementara di tingkat kabupaten/ kota, alokasi anggaran sektor KP lebih kecil lagi dengan rata- rata hanya 0,4 % dari total belanja daerah. Pengalokasikan belanja Sektor KP sebagian besar masih untuk pemenuhan kebutuhan aparatur.
Rata-rata pemerintah daerah mengalokasikan 60,6% untuk belanja rutin aparatur. Sementara belanja pembangunan hanya sekitar 39,4 %.
Saat ini, berbagai upaya untuk mengatasi persoalan di atas sudah mulai dijalankan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Koalisi memberikan apresiasi terhadap Kementerian Kelautan Perikanan yang telah melibatkan KNTI untuk berpartisipasi aktif dalam pendataan kartu e-KUSUKA.
Termasuk, inisiasi pilot project akses pembelian BBM bersubsidi melalui kartu KUSUKA oleh nelayan kecil dan tradisional sebagai pengganti surat rekomendasi. Inisiasi ini dilakukan atas kerjasama Kantor Staf Presiden, Kementerian KelautanPerikanan, Pertamina dan BPH Migas.
Koalisi KUSUKA terus berupaya untuk mempercepat kemudahan akses BBM bagi nelayan kecil dan tradisional. Oleh karena itu, Koalisi KUSUKA merekomendasikan kepada:
- BPH Migas untuk membuka akses informasi kepada publik terkait ketersedian kuota dan realisasi BBM bersubsidi untuk nelayan kecil berdasarkan daerah dan di SPBU/N yang ditunjuk sehingga nelayan dan masyarakat sipil dapat turut berpartisipasi untuk mengawasi program tersebut.
- Kementerian Kelautan Perikanan untuk memperbaiki basis data nelayan dengan mempercepat dan memperluas akses penggunaan kartu KUSUKA sebagai syarat, alat transaksi dan kontrol untuk akses BBM bersubsidi bagi nelayan kecil dan tradisional.
- Kementerian Keuangan untuk segera memperluas reformasi belanja subsidi sektor energi khususnya untuk perikanan menjadi belanja bantuan sosial yang diberikan langsung kepada nelayan kecil agar lebih tepat sasaran.
- Badan Pemeriksa Keuangan, melakukan pilot project audit partisipatif penyaluran dan realisasi program dan anggaran subsidi BBM JBT khususnya untuk sector perikanan dengan melibatkan nelayan.
- Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota untuk meningkatkan kualitas dan jumlah anggaran yang memadai di sektor KP, terutama terkait program-program perlindungan, pemberdayaan, peningkatan akses layanan dasar (pendidikan, kesehatan, ekonomi), serta penyediaan infrastruktur pendukung yang memadai untuk akses BBM bersubsidi bagi nelayan kecil dan tradisional.