Pengguna PLTS Atap di Indonesia Tumbuh Pesat

Pengguna PLTS Atap di Indonesia Tumbuh Pesat
Ilustrasi PLTS Atap/(Kem ESDM)

MONITORDAY.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dapat mengakselerasi target bauran EBT 23% di 2025. Target ini berdasarkan pertumbuhan pengguna pembangkit listrik penghasil energi bersih tersebut saat ini cukup pesat.

"Per Januari 2021 sudah ada 3.152 pelanggan dengan total kapasitas terpasang mencapai 22,632 Mega Watt peak (MWp)," kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam siaran pers, Kamis (15/4/2021).

Dadan mengatakan, kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan energi terbarukan semakin meningkat seiring banyak dijumpainya produk penghasil energi bersih di pasaran, salah satunya dengan PLTS Atap. 

Di samping teknologinya relatif mudah diimplementasikan di segala area, biaya instalasi terus menurun dan kian ekonomis. Tak salah, dalam beberapa tahun belakangan minat pasar terhadap PLTS Atap mengalami lonjakan pesat.

Dadan mengungkapkan, pemasangan PLTS Atap terbesar dilakukan oleh PT Coca Cola di Cikarang, Jawa Barat, yakni 7,2 MWp. Instalasi ini bahkan terbesar di kawasan Asia Tenggara. 

Selanjutnya ada PLTS Atap Danone Aqua di Klaten (3 MWp), PLTS Atap Refinery unit (3,36 MWp), PLTS Atap Sei Mangkei (2 MWp), PLTS Atap KESDM (859 kWp), PLTS Atap Angkasa Pura II (241 kWp) dan PLTS Atap SPBU Pertamina (52 kWp). 

"Perhitungan ini belum termasuk pelanggan rumah tangga yang trennya makin naik. Makanya, kami optimis terhadap peluang tenaga surya ini," ungkap Dadan.

Dadan optimis laju penambahan konsumsi PLTS Atap mampu menekan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 3,2 juta ton CO2e. Upaya ini dibarengi dengan terwujudnya target penambangan kapasitas terpasang hingga 2,14 Giga Watt (GW) di 2030 mendatang. 

Rinciannya dengan menyasar ke bangunan dan fasilitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar 742 MW, industri dan bisnis (624,2 MW), rumah tangga (648,7 MW), pelanggan PLN dan kelompok sosial (68,8 MW) serta gedung pemerintah (42,9 MW).

"Kami tengah selaraskan regulasi melalui Peraturan Presiden mengenai tarif listrik EBT dan revisi Permen ESDM agar orang lebih tertarik investasi. Khusus PLTS Atap, insyaallah tahun ini kami targetkan 70 MW dari realisasi tahun 2020 sebesar 13,4 MW," jelas Dadan.

Saat ini, sudah ada empat payung hukum yang mengatur tentang pemasangan PLTS Atap, yaitu Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang ESDM, Peraturan Pemerintah No 14 tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.

Kemudian Peraturan Menteri ESDM No 2018 tentang Penggunaan PLTS Atap oleh Konsumen PLN dan Permen ESDM No 2019 tentang Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik untuk Kepentingan Sendiri yang Dilaksanakan Berdasarkan Izin Operasi.

"Pemasangan PLTS Atap ini secara teknis dapat mengurangi biaya tagihan listrik bulanan sekitar 30% dari pemakaian listrik PLN. Ini tergantung kapasitas daya PLTS Atap yang dipasang dan konsumsi listrik tiap bulannya. Bahkan bila ada kelebihan tenaga listrik, 65% nilai kWh ekspor menjadi pengurang tagihan listrik bulan berikutnya," kata Dadan.

Perhitungan nilai ekspor maksimal 65%, sambung Dadan, mempertimbangkan biaya distribusi dan biaya pembangkitan PLN sekitar 2/3 dari harga tarif listrik. Selain itu, nilai 35 persen dianggap sebagai kompensasi biaya penyimpanan tenaga listrik PLTS Atap di PLN. 

"Melihat efisiensi dan menjaga keberlangsungan bisnis PLN, kapasitas sistem PLTS Atap dibatasi paling tinggi 100% dari daya tersambung konsumen PLN," tuturnya.

Atas dasar penghematan tersebut, hasil analisa Advokasi dan Edukasi Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyatakan bahwa investasi PLTS Atap dinilai lebih menarik dibandingkan dengan bunga deposito. Tentu, kondisi ini dibarengi dengan dukungan dari sektor perbankan sehingga menjadi sinyal positif dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Energi surya sendiri terbilang memiliki potensi paling besar di Indonesia, yakni sekitar 207,8 GW. Pemerintah pun menargetkan akan ada penambahan pembangkit listrik 138,8 MW dari PLT Surya. 

Penambahan ini seiring ditergetkannya nilai investasi EBT tahun 2021 menjadi USD2,05 miliar atau sekitar Rp 28,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.100 per dolar) atau naik dari capaian investasi 2020 sebesar USD1,36 miliar atau sekitar Rp19,2 triliun.