Pengamat: Bisa Dimaklumi Jokowi Sedikit Salah Kutip Data
Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo, dalam debat kedua Capres yang digelar beberapa hari yang lalu terdapat beberapa kekeliruan data yang dikutipnya. Seperti saat berbicara soal kebakaran hutan dan lahan, yang disebutnya selama tiga tahun tidak pernah terjadi.

MONITORDAY.COM – Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo, dalam debat kedua Capres yang digelar beberapa hari yang lalu terdapat beberapa kekeliruan data yang dikutipnya. Seperti saat berbicara soal kebakaran hutan dan lahan, yang disebutnya selama tiga tahun tidak pernah terjadi.
Hal ini yang menjadi senjata tim Prabowo untuk menyerang Jokowi bahwa yang dikatakan oleh Capres petahana itu banyak yang keliru, bahkan disebut sebagai penyebar kebohongan saat debat.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan, sebenarnya, salah sedikit dalam mengutip data seperti itu merupakan hal yang bisa dimaklumi dalam debat. Ia mengatakan, banyak isu yang harus dikuasai membuatnya menjadi wajar jika salah dalam menutip atau mengungkapkan data.
“Karena banyak hal yang harus diingat, ada empat isu krusial yang semua itu sangat membutuhkan backup data. Jadi wajar kalau kepleset atau ada penyebutan data yang agak keliru. Yang penting kan ada upaya untuk menjelaskan kepada publik bahwa data itu sudah ditampilkan, meski kemudian dikoreksi," kata Adi, dalam keterangan tertulis, Rabu (20/2).
Apalagi kata Adi, Jokowi meluruskan pernyataannya yang salah tersebut, pasca debat berlangsung. "Pak Jokowi sudah menunjukkan sikap gentlement, dia mengklarifikasi, menyampaikan kepada publik bahwa dia salah dalam mengutip data,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini menambhakan, sikap Jokowi yang berani untuk mengklarifikasi dan mengoreksi kesalahan saat debat itu merupakan hal penting bagi seorang pemimpin, dan menunjukan sikap seorang negarawan.
Sementara soal Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, Adi menilai, dalam debat tidak menyajikan data yang akurat dan cenderung mengawang-ngawang. Menurut dia, lebih baik sedikit salah mengutip data, namun ada usaha untuk mengoreksi kesalahannya, daripada menyajikan data yang tidak jelas.
"Memang minus kesalahan, tapi ngomongnya itu seakan-akan di ruang hampa. Ketika bicara tentang ketimpangan sosial, berapa prosesntasi ketimpangannya, kan kita tidak pernah tahu. Ketika bicara tentang Indonesia dikuasai oleh asing. Satu persen orang kaya hampir sama dengan separuh orang di Indonesia apa datanya? Lan gak bisa diukur," tegasnya.