Awak dan Kapal AL Ditahan Militer Rusia, Duta Besar Ukraina Minta Bantuan Diplomatik Indonesia
Penangkapan Kapal dan awak kapal milik Ukraina oleh Militer Angkatan Laut Rusia berujung pelik dan panjang. Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Volodymyr Pakhil mendorong sekutu dan mitranya, untuk mendukung kedaulatan mereka.

MONITORDAY.COM - Penangkapan Kapal dan awak kapal milik Ukraina oleh Militer Angkatan Laut Rusia berujung pelik dan panjang. Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Volodymyr Pakhil mendorong sekutu dan mitranya, untuk mendukung kedaulatan mereka.
"Ukraina mendorong untuk sekutu dan mitranya, termasuk Republik Indonesia sebagai kekuatan regional dan global yang berpengaruh, untuk sekali lagi menyebarluaskan dukungan terhadap integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina serta mengambil semua langkah yang memungkinkan untuk mencegah Federasi Rusia sebagai negara agresor," kata dia, dikutip dari pernyataan Kedutaan Ukraina di Indonesia, Rabu 28 November 2018.
Pakhil mengatakan pada 25 November lalu, kapal Angkatan Laut Ukraina Berdyansk, Nikopol dan Yana Kapu dihadang serangan AL Rusia. Tak hanya itu, mereka juga ditangkap hingga beberapa awak terluka.
Menurut dia, insiden tersebut bentuk lain dari agresi bersenjata yang dilancarkan Rusia ke Ukraina. Padahal, kapal-kapal tersebut berangkat dari pelabuhan Odessa ke Mariupol yang ada di Ukraina.
"Seperti yang tertulis dalam Pasal 2 Piagam PBB dan ketentuan Resolusi Sidang Umum PBB 29/3314 tanggal 14 Desember 1974 tentang deifini dari agresi. Rusia secara de facto telah memperluas agresi militernya terhadap Ukraina hingga ke laut," katanya.
Pakhil menuturkan ini pertama kalinya militer Rusia menembak kapal Ukraina lewat perintah resmi. "Kami memiliki semua bukti tak terbantahkan bahwa agresi ini, serangan terhadap kapal perang Angkatan Laut Ukraina bukanlah sebuah kesalahan, bukan sebuah kecelakaan, tetapi tindakan yang disengaja. Termasuk penggunaan senjata terhadap pelaut Ukraina," tambahnya.
Rusia dinilai telah menunjukkan mereka tidak akan berhenti melakukan kebijakan agresif untuk melancarkan aksi terhadap Ukraina. Berdasarkan situasi ini, Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional (NSDC) Ukraina menyetujui keputusan Presiden Ukraina Petro Poroshenko, untuk mengumumkan Darurat Militer.
"NSDC menggangap penting untuk mengumumkan rezim hukum khusus di Ukraina demi menciptakan kondisi yang dapat menangkal agresi bersenjata dan menjamin keamanan nasional, menyingkirkan ancaman terhadap kemerdekaan dan integritas teritorial Ukraina," tuturnya.
Berdasarkan izin dari Presiden Poroshenko, pada 26 November 2018 Parlemen Ukraina memberlakukan Darurat Militer selama 30 hari. Meski demikian, darurat militer ini bukan pernyataan perang dengan Rusia.
"Ukraina siap untuk menyelesaikan situasi ini dengan cara politis dan diplomatis, dan di saat yang bersamaan juga siap untuk menggunakan seluruh kekuatannya untuk membela diri," jelasnya