Pemerintah Terbitkan Aturan Pelaksana UU Cipta Kerja, Ini Sederet Manfaatnya

Pemerintah Terbitkan Aturan Pelaksana UU Cipta Kerja, Ini Sederet Manfaatnya
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto/net

MONITORDAY.COM - Pemerintah telah menyelesaikan 51 peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja  atau UU Cipta Kerja.

Hal Tersebut sesuai ketentuan Pasal 185 UU Cipta Kerja yang mengamanatkan penetapan peraturan pelaksanaan paling lama 3 bulan sejak UU Cipta Kerja mulai berlaku pada 2 November 2020.

Peraturan pelaksanaan yang pertama kali diselesaikan adalah 2 Peraturan Pemerintah (PP) terkait Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yaitu PP Nomor 73 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi.

Selanjutnya, diselesaikan juga 49 peraturan pelaksanaan yang terdiri dari 45 PP dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) yang disusun bersama-sama oleh 20 kementerian atau lembaga sesuai klasternya masing-masing.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa hal mendasar yang diatur dalam Peraturan Pelaksana adalah perubahan untuk kemudahan dan kepastian dalam perizinan serta perluasan bidang untuk investasi, sejalan dengan maksud dan tujuan UU Cipta Kerja.

“Hal itu akan dapat memperluas lapangan kerja baru, dan diharapkan akan menjadi upaya Pemerintah mengungkit ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional ditargetkan sebesar 5,3% pada tahun 2021 ini,” katanya dalam siaran pers, dikutip Senin (22/2/2021).

Airlangga mengungkapkan, pengaturan yang berkaitan dengan perizinan dan kegiatan usaha sektor merupakan upaya reformasi dan deregulasi yang menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi informasi. 

"Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko mengubah pendekatan kegiatan berusaha dari berbasis izin ke berbasis risiko," kata Airlangga.

Kemudian, di bidang usaha penanaman modal atau investasi, Pemerintah telah mengubah konsep dari semula berbasis kepada Bidang Usaha Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Bidang Usaha Prioritas. 

Berbagai bidang usaha yang menjadi prioritas ini akan diberikan insentif dan kemudahan yang meliputi insentif fiskal dan non fiskal.

Insentif fiskal terdiri atas, pertama, Insentif Perpajakan, antara lain pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu atau di daerah-daerah tertentu (tax allowance), pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday), atau pengurangan pajak penghasilan badan dan fasilitas pengurangan penghasilan neto dalam rangka investasi, serta pengurangan penghasilan bruto dalam rangka kegiatan tertentu (investment allowance). 

Kemudian, kedua, Insentif Kepabeanan berupa pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri.

Adapun insentif non fiskal meliputi kemudahan perizinan berusaha, penyediaan infrastruktur pendukung, jaminan ketersediaan energi, jaminan ketersediaan bahan baku, keimigrasian, ketenagakerjaan, dan kemudahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, ditetapkan juga bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan koperasi dan UMKM.

“Perubahan dalam proses perizinan dan perluasan bidang usaha untuk investasi, kami yakini akan menjadi game changer dalam percepatan investasi dan pembukaan lapangan kerja baru. Dengan penerapan UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya, maka kita memasuki era baru dalam memberikan kemudahan dan kepastian perizinan dan kegiatan usaha, sehingga akan meningkatkan daya saing investasi dan produktivitas, serta efisiensi kegiatan usaha,” tutur Menko Airlangga. 
 
UU Cipta Kerja juga mengatur perlindungan dan peningkatan kesejahteraan pekerja atau buruh. Sebagai aturan turunannya, terdapat 4 PP yang mengatur pelaksanaan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) serta menyempurnakan ketentuan mengenai waktu kerja, hubungan kerja, dan pemutusan hubungan kerja (PHK), serta pengupahan.

“Kami mengharapkan aturan ini dapat membantu menanggulangi dampak pandemi Covid-19 terhadap kesejahteraan para pekerja. Selain itu, di dalam UU Cipta Kerja juga diperjelas dan dipertegas ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing (TKA) yang diperlukan hanya untuk alih keahlian/keterampilan dan teknologi baru, serta pelaksanaan investasi,” papar Menko Airlangga.

Airlangga juga menjelaskan, dalam penyusunan serta pembahasan PP dan Perpres yang telah ditetapkan tersebut, kementerian dan lembaga terkait telah memperhatikan arahan Presiden Joko Widodo untuk sungguh-sungguh memperhatikan masukan dari masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan melalui kegiatan serap aspirasi. 

Untuk itu, telah dilakukan serap aspirasi melalui beberapa cara, antara lain Portal resmi UU Cipta Kerja, Tim Serap Aspirasi, Kegiatan Serap Aspirasi, serta Posko Cipta Kerja.

PP dan Perpres yang telah disahkan sebagai aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tersebut telah dapat dioperasionalkan atau diimplementasikan, namun Kementerian atau lembaga akan melakukan penyesuaian untuk petunjuk teknis pelaksanaan. Pengaturan teknis tersebut tidak akan mengganggu implementasi PP dan Perpres.

Sedangkan terkait implementasi dalam Sistem OSS, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat ini tengah melakukan peningkatan sistem dan akan dapat berjalan sepenuhnya paling lambat 4 bulan setelah PP ditetapkan atau sekitar Juli 2021.

Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri juga telah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk penyiapan dan penyesuaian dalam pelayanan perizinan di daerah melalui Sistem OSS, termasuk untuk penyiapan SDM, infrastruktur jaringan, perangkat pendukung, serta penyesuaian Peraturan Daerah (Perda) terkait.

“Kementerian atau Lembaga terkait akan menyampaikan penjelasan detil atas masing-masing PP dan Perpres, serta akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat, pemangku kepentingan, dan juga media dalam waktu dekat ini,” demikian kata Menko Airlangga.