Pemerintah Perlu Mengantisipasi Kemungkinan Deflasi

MONITORDAY.COM - Selama ini Indonesia berharap dapat mengendalikan inflasi. Inflasi yang terlalu tinggi akan mengancam stabilitas ekonomi. Namun, pandemi membalikkan segalanya. Justri kini kita cemas dengan kemungkinan terjadinya deflasi. Idealnya Indonesia berada dalam inflasi yang rendah dan stabil di tengah permintaan atau konsumsi yang mulai bertumbuh.
Apa yang akan terjadi jika deflasi muncul? Jika terjadi lagi deflasi maka permintaan kembali jauh di bawah normal dan menekan dunia usaha untuk bisa berproduksi. Proses pemulihan ekonomi akan kembali terhambat. Data-data di awal Januari 2021 memang menunjukkan bahwa kemampuan atau daya beli masyarakat masih sangat rendah. Hal ini tentu harus segera diantisipasi dengan tepat dan cepat. Karena hasil produksi barang dan jasa yang tidak terserap pasar menjadi penanda ancaman resesi bahkan depresi.
Dengan kata lain Pemerintah perlu melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan konsumsi seperti memperluas bantuan terutama kepada masyarakat ke bawah. Dengan adanya peningkatan konsumsi maka deflasi bisa dihindari. Tentu harapannya bantuan tersebut akan memberi efek domino bagi geliat ekonomi. Para produsen dan pedagang dapat menjual barang dan jasa yang diproduksinya.
Pada Januari 2021 terjadi inflasi sebesar 0,26 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,95. Dari 90 kota IHK, 75 kota mengalami inflasi dan 15 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Mamuju sebesar 1,43 persen dengan IHK sebesar 105,54 dan terendah terjadi di Balikpapan dan Ambon sebesar 0,02 persen dengan IHK masing-masing sebesar 103,38 dan 105,54. Sementara deflasi tertinggi terjadi di Baubau sebesar 0,92 persen dengan IHK sebesar 103,86 dan terendah terjadi di Pontianak sebesar 0,01 persen dengan IHK sebesar 106,16.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,81 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,11 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,03 persen;
Sementara pada kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,15 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,19 persen; kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,04 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,05 persen; kelompok pendidikan sebesar 0,04 persen; kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,33 persen; dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,23 persen.
Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu kelompok transportasi sebesar 0,30 persen.
Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Januari) 2021 sebesar 0,26 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Januari 2021 terhadap Januari 2020) sebesar 1,55 persen.
Komponen inti pada Januari 2021 mengalami inflasi sebesar 0,14 persen. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari– Januari) 2021 sebesar 0,14 persen dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (Januari 2021 terhadap Januari 2020) sebesar 1,56 persen.
Acuan Inflasi dan Geliat Ekonomi di Amerika Serikat
Amerika Serikat memberikan tunjangan bagi warganya yang tidak memiliki atau kehilangan pekerjaan karena pandemi. Semacam kartu pra kerja di Indonesia. Pasar memantau pengesahan stimulus US$ 1,9 triliun yang akan diteken oleh Presiden AS Joe Biden akhir pekan ini. Paket tersebut bakal menyertakan manfaat tunjangan pengangguran baru senilai US$ 300/pekan dan bantuan langsung tunai (BLT) senilai US$ 1.400/kepala keluarga.
Respon positip pasar terlihat dari naiknya saham-saham teknologi. Saham kategori ini berbalik menguat sejak Selasa kemarin sehingga indeks Nasdaq melesat 3,7% atau menjadi yang terbaik sejak November. Sebelumnya pada Senin, indeks berisi saham unggulan teknologi ini longsor lebih dari 10% dari rekor tertingginya.
Sebagi contoh, saham Tesla pada pembukaan hari ini melesat 6% dan Zoom Video loncat 3%. Meningginya ekspektasi inflasi beberapa hari terakhir telah memicu kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS yang membuat saham teknologi tertekan.