Partai Baru Bermunculan, Moncer atau Nyemplung di 2024

Partai Baru Bermunculan, Moncer atau Nyemplung di 2024
Jelang 20224, parpol baru bermunculan (Dok: Istimewa)

MONITORDAY.COM - Tiga tahun menjelang pemilihan umum 2024, enam partai politik baru bermunculan. Selain untuk mengikuti pemilu, punggawa parpol baru yang dibentuk sesumbar sebagai wadah penampung aspirasi rakyat yang kabarnya siap meramaikan hajatan demokrasi. Tidak main-main, mereka membulatkan tekad untuk menjadi pemenang. 

Target boleh saja dilontarkan, namun fakta dilapangan lebih kejam dari yang divayangkan. Apakah moncer atau benar-benar terpeleset bahkan nyemplung selamanya di 2024 nanti. 

Berikut enam parpol yang dideklarasikan pada 2021 dan membetot perhatian masyarakat luas.
1. Partai Umat, 2. Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), 3. Partai Buruh, 4.Partai Kebangkitan Nusantara 5. Masyumi Reborn dan 6. Partai Pandai. 

Menanggapi kemunculan partai baru, Staf Pengajar bidang komunikasi politik dan direktur Presidential Studies-Decode, Fisipol UGM, Nyarwi Ahmad, Jogja (2/1/2022)  menilai kehadiran Parpol sebagai dilema marketisasi politik.

Karakteristik parpol tersebut belum mengalami perubahan substantif. Mayoritas partai baru bahkan yang sudah ada itu belum sepenuhnya tumbuh dari bawah. Sebaliknya, banyak di antaranya masih mengakar ke atas. Ketika penetrasi pengaruh sejumlah elite populis yang mayoritas nonpartai tampak kian dominan, mayoritas parpol masih sangat bergantung kepada kelompok-kelompok dinasti politik dan kalangan oligarki. 

Lebih lanjut, Nyarwi mengungkapkan bahwa desain konstitusional menempatkan partai sebagai pilar penting penyangga sistem politik dan demokrasi. 

UU politik Nomor 31 Tahun 2002 dan kepartaian juga membuka peluang bagi kelompok masyarakat mana pun untuk mendirikan partai politik. 

UU tersebut juga mengindikasikan pentingnya penguatan parpol agar tumbuh sebagai institusi politik demokratis dan tidak lagi tersubordinasi dalam kekuatan dan kepentingan rezim politik yang berkuasa.

"UU tersebut juga membuka kemungkinan lahirnya mekanisme keorganisasian partai, regenerasi elite-elite parpol. Selain itu, mekanisme internal demokrasi bisa berkembang dengan baik di tiap-tiap partai," ungkapnya.

Namun, kata Nyarwi, UU tersebut tampaknya belum mampu menjadikan partai kita tumbuh sebagai institusi politik yang demokratis. Partai yang ada belum sepenuhnya mampu tumbuh dari dan mengakar ke bawah. Sebaliknya, banyak di antara mereka yang masih terjebak dalam arus kepentingan politik dinasti dan tangan-tangan oligarki.

Kondisi itu memiliki konsekuensi cukup serius. Sulit sekali bagi kita untuk mendapatkan sosok pimpinan parpol yang lahir dari masyarakat biasa. Banyak di antara mereka masih dipandang sebagai sosok yang elitis. 

Akibatnya, tidak banyak yang mampu berkembang sebagai sosok populis yang benar-benar marketable, khususnya dalam arena pilpres dan pilkada.