Pandemi Seumpama Obat, Bikin Pendidikan Jadi Pahit Tapi Memberi Peluang Kebaikan

Belajar dari rumah di masa pandemi begitu pahit. Tapi jika kita bisa sabar dan disiplin, tentu saja selanjutnya kita akan beraih kebaikan.

Pandemi Seumpama Obat, Bikin Pendidikan Jadi Pahit Tapi Memberi Peluang Kebaikan
Sandrina Malakiano/MMG.
Pandemi Seumpama Obat, Bikin Pendidikan Jadi Pahit Tapi Memberi Peluang Kebaikan

MONITORDAY.COM – Hidup di tengah pandemi memang seumpama menelan sebutir obat atau menyeruput secangkir kopi. Kita seperti sedang diletakan dalam kondisi yang cukup pahit, terutama dari sisi pendidikan, dihadapkan pada dilema belajar dari rumah. Tapi jika kita bisa sabar dan disiplin, tentu saja selanjutnya kita akan beraih kebaikan.

Seperti dikisahkan oleh presenter, konsultan politik, dan pengusaha kopi Sandrina Malakiano. Menurutnya, pandemi Covid-19 memang menimbulkan fakta-fakta kemudahaan belajar di rumah. Namun dari perspektifnya sebagai orangtua, pandemi ini justru menunjukkan fakta-fakta kepahitan. Inilah saat-saat yang menyedihkan bagi mereka.

“Saya ingin bercerita, perspektif orangtua dari dua anak usia sekolah. Bagi saya sebetulnya mereka ini mengalami masa-masa sedih. Mereka mendapatkan pencapaian luar biasa, namun tak bisa diekspresikan secara terbuka,” ujar Sandrina dalam kesempatan diskusi Kopi Pahit dengan tema 'Pandemi dan Belajar dari Rumah: Dilema dan Solusi, Minggu (17/5/2020).

Masa-masa sedih itu terjadi terutama bagi siswa yang lulus SMA. Kata dia, mereka jadi sulit membayangkan ada proses wisuda. Bahwa mereka telah berhasil lulus dari jenjang pendidikan untuk naik kelas menjadi seorang mahasiswa.

“Mereka jadi sulit membayangkan ada proses wisuda, bahwa mereka berhasil lulus dari jenajang pendidikan untuk naik kelas jadi  mahasiswa,” ujarnya.

Begitu juga untuk jenjang sekolah lainnya, ketika naik kelas atau wisuda ternyata tak ada prosesi inagurasi yang selama ini mereka ketahui dari cerita kaka kelasnya. Kini semua harus dilakukan darurat dari rumah.

“Ternyata tidak ada wisuda, anak SD juga tak bisa. Semua harus dilakukan darurat dari rumah, foto di halaman rumah masing-masing lalu dikirim untuk dikompilasi dan dibukukan,” katanya.

Masa sedih juga bisa kita saksikan, karena secara emosional mereka memang mangalami masa yang sangat berat. Itu terlihat dari bagaimana mereka berkomunikasi dengan teman-temannya.

“Saya menyaksikan bagaimana mereka berkomunikasi dengan teman-teman mereka. Ini merupakan akumulasi kejenuhan mereka,” tuturnya.

Jika dahulu sebelum pandemi, mereka digrounded, dihukum tidak boleh keluar rumah lantaran melakukan kesalahan. Tapi kini, mereka digrounded secara permanen karena pandemi Covid-19.

“Mereka merasa dipaksa digrounded. Kalau dulu anak-anak biasa begitu yaah, karena abg itu kan ada masa berontak seperti itu dan kalau ada pelanggaran kita kasih hukuman grounded. Tidak boleh keluar rumah. Sekarang kan seperti grounded permanen, tekanan untuk mereka berlipat,” kata Sandrina.

Tapi tentu saja, kata Sandrina, jika kita disiplin dan bersabar menghadapi pandemi akan ada kebaikan yang diraih. Menurutnya, karena pandemi kreativitas lalu bertebaran. Ada guru-guru yang membuat konten pembelajaran menarik, lalu ada TVRI yang membuat program belajar dari rumah, itu sangat membantu sekali.

“TVRI luar biasa, menyediakan program belajar dari rumah. Program ini minimal jadi alternatif bagi mereka yang tidak punya akses internet. Bagi mereka yang tidak punya akses, ini membantu, dan mereka diminta melihat TVRI,” pungkas Sandrina.

Ke depan, kata Sandrina, kita akan ada new normal, kehidupan normal baru yang menuntut kita bisa bersahabat dengan kondisi pandemi dan kita harus siap menghadapinya.