Pakar Komunikasi Politik: Kritik dan Syirik Jelas Beda

Pakar Komunikasi Politik: Kritik dan Syirik Jelas Beda
Pakar komunikasi politik, Lely Arrianie (Dok: Monitorday.com)

MONITORDAY.COM - Himbauan Presiden Jokowi agar masyarakat aktif  memberikan kritik konstruktif kepada pemerintah perlu dinilai secara bijak. Ajakan Presiden ini sebenarnya sinyalemen positif untuk merangkul dan memberikan ruang bagi  setiap warga negara untuk menggunakan haknya dalam berdemokrasi.

Hal ini dikatakan oleh Pakar Komunikasi Politik, Lely Arrianie kepada Monitorday.com, Kamis (11/2/2021) terkait himbauan Presiden tersebut.

"Presiden beri ruang tuk sampaikan kritik yang konstruktif, dan itu bagian dari amalan demokrasi" ujar Lely.

Menurut Lely, Presiden menyuguhi komunikasi politiknya yang apik karena menempatkan "pertukaran" pesan bukan "penyampaian" pesan komunikasi politik pemerintah.

Dengan demikian, masyarakat dan pemerintah bisa menempatkan substansi kritik pada porsinya. Maklum, sejauh ini banyak kritik yang  muncul justru bukanlah kritik solutif tapi aroma "syirik " lah yang dihadirkan.

" Rasa-rasanya apa yang dilakukan pemerintah itu pasti salah terus, yah gak boleh juga, perlu secara comprehensive melihat segala hal. Ada banyak pertimbangan matang dari sebuah kebijakan," ungkap Lely.

Lely memberikan contoh, ketika pemerintah memesan vaksin, kritik bernada syirik berhamburan yang menyatakan pemerintah keliru.

"Kenapa mesan ke cinalah, belum lolos ujilah, inilah dan itulah. Hingga Presiden dan sejumlah pejabat negara yang sudah melakukan vaksinasi pun masih mendapatkan respon negatif. Padahal seandainya pemerintah tidak memesan dan membeli duluan. Maka kritik bernada syirik juga sama bakal ramai di media," tutur Lely.

" Kita berandai-andai saja neh, pemerintah saat itu terlambat mendapatkan vaksin. Kemudian ada negara lain yang mendahului membebeli vaksin. Wah pasti di bully abis tuh. Kritikan pedas bakal dilontarkan dengan narasi "nyinyir" lainnya. Maklum, vaksin  saat ini menjadi rebutan banyak negara," tambah Lely.

Kritik bernada syirik itu akan berbunyi, "Ah pemerintah lambat. tidak punya kemampuan negosiasi, nggak punya duit, tidak mikirin rakyat yang sakit karena covid. Tidak punya kemampuan dan posisi tawar"

Karenanya, Presiden sudah tepat mengajak setiap elemen bangsa untuk meracik kritik yang proporsional, terukur dan penuh kalkulasi matang sesuai kondisi yang ada. 

Dengan membuka kran publik tuk menyuarakan kritikan, ucap Lely, Presiden telah mendorong masyarakat untuk berliterasi secara produktif dan bernarasi etis yang berbasis data.

" Kritik boleh dilakukan oleh siapa saja.  Asal tidak melanggar karena bisa berakibat penjara karena umpatan-umpatan yang kontra-produktif di masa ini sangat tidak dibutuhkan. Saatnya kerja nyata, bangun sinergi mengingat pandemi belum usai," jelas Lely.