Nadiem Disebut Jalankan Program Pendidikan yang Gagal di Malaysia

Nadiem Disebut Jalankan Program Pendidikan yang Gagal di Malaysia
Mendikbudristek Nadiem Makarim/Net

MONITORDAY.COM - Beberapa program dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim belakangan mendapat sorotan publik. 

Salah satunya soal polemik pengadaan Chrombook untuk sekolah. Kebijakan ini menuai kritik karena anggaran yang dicanangkan dinilai tidak sebanding dengan spesifikasi unit laptop yang akan diadakan. 

Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengingatkan, program pengadaan Chromebook sebagai upaya digitalisasi pendidikan harusnya diperhitungkan dan dipersiapkan strateginya secara matang agar tidak bernasib seperti di Malaysia. 

"Kalau tidak disiapkan nasibnya bisa sama seperti kegagalan program 1Bestarinetnya Malaysia," kata Indra, kepada Wartawan, dikutip Rabu (8/9/2021). 

Indra Menjelaskan, program 1Bestarinet merupakan mega proyek pemerintah Malaysia dengan anggaran berkisar Rp14 triliun untuk menyediakan konektivitas internet dan menciptakan lingkungan belajar virtual untuk 10 ribu sekolah. 

Salah satu upaya yang dilakukan dengan membagikan chromebook dan learning management system (LSM). Namun proyek itu akhirnya dihentikan oleh pemerintah Malaysia pada tahun 2019 karena audit menunjukkan hasil program jauh dari harapan. 

"Malaysia sudah jelas-jelas gagal dengan proyek chromebook-nya. Sekarang kita mau menjalankan proyek yang sama di tengah pandemi pula. Jangan sampai Indonesia kejeblos di lubang yang sama. Itu bodoh sekali namanya," tegas Indra. 

Dia menegaskan, upaya mendigitalisasi sekolah tidak bisa hanya dilakukan dengan membagi-bagikan laptop dan perangkat TIK. 

Indra menyebut, setidaknya ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam upaya digitalisasi, yaitu infrastruktur, infostruktur dan infokultur. 

"Laptop ini bagian dari infrastruktur, bagaimana dengan infostruktur dan infokulturnya?" lanjut dia. 

Indra menilai, persiapan program digitalisasi sekolah saat ini belum matang, karena pihak Kemendikbud sendiri belum bisa menjelaskan naskah akademik dibalik pentingnya program ini dilaksanakan. 

Dia pun menyarankan agar Indonesia  mengikuti jejak Singapura yang memiliki strategi digitalisasi pendidikan yang matang, karena di awal sudah melakukanan perencanaan melalui ICT Masterplan in Education (Rencana Utama Digitalisasi Pendidikan).

Indra menegaskan, Singapura negara kecil saja mempersiapkan dengan matang program digitalisasi pendidikan, sedangkan Indonesia negara yang luas justru tidak ada perencanaan.

"Kita yang 17 ribu pulau, 260 ribu sekolah, 50 juta siswa, tidak ada perencanaan sama sekali," tandasnya.